Ntvnews.id
Anggota KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menyampaikan hal tersebut dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada hari Selasa, sebagai respons terhadap vonis Harvey Moeis yang diperberat menjadi 20 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta di tingkat banding.
“Terkait laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terhadap majelis hakim PN Jakarta Pusat, hingga saat ini, KY masih melakukan pendalaman untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran kode etik hakim,” kata Mukti.
Baca juga: Divonis 20 Tahun Penjara, Harvey Moeis Melawan!
Mukti, yang juga menjabat sebagai juru bicara KY, menjelaskan bahwa pihaknya sedang menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap pelapor. Hal ini dilakukan karena pelapor dugaan pelanggaran etik tersebut tidak dapat hadir pada pemanggilan sebelumnya.
Selain itu, Mukti menambahkan bahwa vonis banding yang lebih berat dari PT DKI Jakarta tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran etik oleh majelis hakim di tingkat pertama.
“Barangkali majelis hakim di tingkat banding memiliki keyakinan berbeda dengan majelis hakim tingkat pertama setelah melihat putusan beserta bukti-bukti, serta memori banding yang diajukan oleh JPU. Hal-hal tersebut dapat meyakinkan majelis hakim untuk memperberat jatuhnya vonis terhadap terdakwa HM menjadi 20 tahun,” kata dia.
Vonis terhadap Harvey Moeis, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), diperberat di tingkat banding dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. untuk periode 2015–2022.
Pada Kamis, 13 Februari 2025, majelis hakim PT DKI Jakarta menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kepada Harvey. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.
Baca juga: Hukuman Harvey Moeis Diperberat, Begini Kata MA
Harvey terbukti menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim, serta terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Di tingkat pertama, majelis hakim PN Jakpus menjatuhkan vonis 6 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Vonis ini mendapat sorotan karena dianggap terlalu ringan untuk kasus yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.
Pada Senin, 6 Januari 2025, KY menerima laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap majelis hakim PN Jakpus yang menangani perkara Harvey Moeis.
(Sumber: Antara)