Ntvnews.id, Bogota - Presiden Kolombia, Gustavo Petro, mengklaim bahwa dirinya menjadi sasaran rencana penyerangan terhadap pesawatnya menggunakan rudal. Menurutnya, rencana tersebut didalangi oleh "mafia-mafia besar" yang marah atas upaya pemerintahannya dalam memburu mereka.
"Mereka ingin menembakkan rudal ke pesawat saya... bukan hanya satu, tapi dua rudal. Kita telah mengetahui siapa mereka," ujar Petro dalam pernyataannya, seperti dikutip dari AFP, Kamis, 25 Februari 2025.
Petro mengungkapkan hal tersebut saat menghadiri sebuah acara kepolisian di Bogota, ibu kota Kolombia, pada Senin, 17 Februari 2025 waktu setempat.
Dia juga menyebut bahwa rudal-rudal yang direncanakan untuk menyerang pesawatnya itu diperoleh dari "para pengedar narkoba".
Baca Juga: Presiden Kolombia Samakan Deportasi AS dengan Kamp Konsentrasi Nazi
"Mengapa mereka ingin menjatuhkan saya secepatnya? Karena mereka tahu kita mengincar mafia-mafia besar Kolombia," ucap Petro, seraya menyebut kelompok gerilya ELN sebagai salah satu pihak yang ingin menyingkirkannya.
Pernyataan ini disampaikan di tengah menurunnya dukungan publik terhadap dirinya, sementara dia meminta anggota kabinetnya untuk mengundurkan diri karena dianggap tidak bekerja efektif. Sejumlah menteri dalam pemerintahannya telah diganti.
Petro terpilih sebagai Presiden Kolombia sejak 2022 dengan janji membawa "perdamaian total" bagi negara yang telah mengalami konflik bersenjata selama enam dekade, melibatkan gerilyawan sayap kiri, paramiliter sayap kanan, kartel narkoba, dan pemerintah.
Namun, upaya perundingan damai dengan kelompok-kelompok bersenjata tersebut beberapa kali menemui kegagalan.
Pekan ini, ELN mengumumkan "serangan bersenjata" di wilayah barat laut Choco yang dilanda konflik. Mereka membatasi pergerakan warga sipil, menutup sekolah, serta menghentikan operasional transportasi umum sebagai bentuk unjuk kekuatan.
Situasi ini mendorong pemerintah daerah setempat untuk meminta intervensi dari pemerintah pusat Kolombia.
Di Choco, ELN sedang bertempur melawan kelompok narkotika Klan Teluk, yang mengakibatkan sekitar 3.500 orang terpaksa mengungsi.
Sementara itu, di Catatumbo—wilayah dekat perbatasan Venezuela—ELN berkonflik dengan kelompok pembangkang mantan gerilyawan FARC, yang sebagian besar telah melucuti senjata mereka berdasarkan perjanjian damai tahun 2016.
Sejak Januari, pertempuran di Catatumbo telah menyebabkan sedikitnya 63 orang tewas—sebagian besar warga sipil—dan lebih dari 50.000 orang lainnya terpaksa mengungsi. Akibatnya, Petro memutuskan untuk menunda perundingan damai dengan ELN.
Selain itu, Petro menuding FARC bertanggung jawab atas serangan drone bermuatan peledak yang menargetkan sebuah rumah sakit tenda di kawasan Micay. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.