Hakim Tolak Eksepsi yang Diajukan Penasihat Hukum dan Ibu Ronald Tannur

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Feb 2025, 15:22
thumbnail-author
Muhammad Hafiz
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dalam sidang pembacaan putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/2/2025). Ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dalam sidang pembacaan putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/2/2025). (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum terpidana pembunuhan Ronald Tannur, Lisa Rachmat, serta ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, terkait dugaan suap dalam pengondisian kasus Ronald Tannur.

Hakim Ketua Rosihan Juhriah Rangkuti menyatakan bahwa penuntut umum telah menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dengan cermat, jelas, dan lengkap.

"Uraian dijelaskan berdasarkan hal-hal yang relevan dan hasil pemeriksaan penyidikan sehingga menjadi jelas tentang tindak pidana yang didakwakan," ujar Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 24 Februari 2025.

Baca juga: Majelis Hakim Tolak Keberatan Zarof Ricar dalam Kasus Suap

Dengan demikian, majelis hakim memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara terhadap kedua terdakwa berdasarkan surat dakwaan yang telah disampaikan, serta menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir.

Salah satu poin keberatan yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa adalah bahwa dakwaan penuntut umum dianggap kabur atau obscuur libel, karena tidak memenuhi syarat materiel. Mereka berpendapat bahwa dakwaan tidak menguraikan secara jelas tindakan yang dilakukan oleh para terdakwa sesuai dengan pasal-pasal yang didakwakan, baik dalam dakwaan pertama maupun kedua.

Selain itu, mereka menilai bahwa peristiwa yang diuraikan dalam dakwaan kedua hanya merupakan salinan dari dakwaan pertama, padahal tindak pidana yang didakwakan dalam masing-masing dakwaan tersebut secara prinsip berbeda.

Menanggapi keberatan tersebut, majelis hakim menegaskan bahwa dakwaan penuntut umum telah mencantumkan tanggal, tanda tangan, identitas terdakwa secara lengkap, serta menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, termasuk waktu dan tempat kejadian.

Dalam kasus ini, Meirizka Widjaja Tannur didakwa memberikan suap sebesar Rp4,67 miliar kepada tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Hakim Ketua Erintuah Damanik dan hakim anggota Mangapul serta Heru Hanindyo, dengan tujuan memperoleh vonis bebas untuk anaknya, Ronald Tannur.

Atas perbuatannya, Meirizka terancam pidana berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, juga didakwa terlibat dalam pemberian suap tersebut. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung, Parade Hutasoit, menyatakan bahwa suap tersebut diberikan untuk mengondisikan perkara Ronald Tannur di tingkat pertama maupun kasasi.

"Supaya majelis hakim di tingkat pertama menjatuhkan putusan bebas Ronald Tannur dan di tingkat kasasi memperkuat putusan bebas itu," ungkap JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Lisa Rachmat terancam pidana berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula ketika Meirizka Widjaja Tannur meminta Lisa Rachmat menjadi penasihat hukum bagi anaknya, Ronald Tannur. Lisa kemudian meminta Meirizka menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan perkara tersebut. Sebelum perkara pidana Ronald Tannur dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya pada awal 2024, Lisa menemui mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, serta tiga hakim, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, dengan tujuan memengaruhi putusan hakim agar menjatuhkan vonis bebas bagi Ronald Tannur.

Dugaan keterlibatan majelis hakim kasasi dalam kasus ini mencuat setelah Zarof Ricar ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/2), Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa perbantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, yaitu uang Rp5 miliar, dalam penanganan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi.

Komisi Yudisial telah memeriksa saksi-saksi terkait dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim kasasi dalam kasus ini.

"Dugaan keterlibatan majelis hakim kasasi dalam polemik kasus Ronald Tannur mencuat setelah ZR, mantan pejabat MA, ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemufakatan jahat suap oleh Kejaksaan Agung," demikian pernyataan dari Komisi Yudisial.

Kasus ini terus bergulir, dan proses hukum terhadap para terdakwa masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta.

(Sumber: Antara)

x|close