Ntvnews.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, mengaku ribuan kader partainya ingin mengawalnya saat pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Selasa (4/6/2024). Namun Hasto menolak ditemani. Ia menjelaskan alasannya.
"Tetapi kemarin banyak mau temanin, Pak Komar (Komandan Satgas Nasional Cakra Buana PDIP Komarudin Watubun) mau kerahkan ribuan Satgas. Pada mau datang, tetapi saya bilang enggak usah, nanti malah enggak bagus," ujar Hasto dalam diskusi memperingati Bulan Bung Karno, di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/6/2024).
Hasto mengaku ingin mencontoh Presiden pertama sekaligus proklamator kemerdekaan RI, Soekarno atau Bung Karno. Menurut Hasto, apa yang ia alami saat ini masih lebih baik dibandingkan ketika Bung Karno berjuang dan menerima tantangannya dahulu.
"Saya masih dapat kehormatan, pakai bus, diliput wartawan gratis. Kan masih kehormatan. Dibandingkan Bung Karno," tutur Hasto.
Hasto akhirnya hanya didampingi sejumlah orang menghadapi panggilan klarifikasi polisi. Orang-orang yang mendampingi ialah yang terkait dengan persoalan hukum yang menjeratnya.
"Saya bilang ke Pak Komar, 'Pak nggak usah (ikut Satgas)' , PDIP ikut, tapi yang saya ikut yang punya historis, Pak Andre saya ajak karena Ende, beliau (Bonnie Triyana) karena tahu sejarah hukum kolonial. Kemudian anak muda Seno saya ajak, ada tim hukum. Itu yang saya ajak," papar Hasto.
Menurutnya, kalau urusan menggalang dukungan ke masyarakat, seluruh kader partai berlambang kepala banteng harus dikerahkan. Namun untuk urusan hukum, menurutnya harus dihadapi per orangan.
"Kita nggak.. kalau urusan-urusan seperti ini. Kalau urusan gerak ke bawah, nah itu baru massa, kita gerak bersama-sama. Kalau urusan (hukum) gini, sudahlah sendiri saja," jelas dia.
Sebelumnya, Hasto dilaporkan seseorang bernama Hendra dan Bayu Setiawan, gara-gara menyebut Pilpres 2024 curang. Ia dituding melakukan penghasutan dan penyebaran berita bohong yang menimbulkan kerusuhan.
Adapun pernyataan itu disampaikan Hasto dalam sebuah wawancara dengan media televisi di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 1 (depan Gedung DPR/MPR RI) dan Gambir, Jakarta Pusat, pada 16 Maret 2024 dan 19 Maret 2024. Hasto diancam dengan Pasal 160 KUHP dan pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).