Revisi KUHAP Diharapkan Bisa Membuat Sistem Peradilan di Indonesia Berjalan Lebih Efektif dan Adil

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Feb 2025, 20:55
thumbnail-author
Beno Junianto
Penulis & Editor
Bagikan
Prof. Dr. Bambang Waluyo SH. MH. Prof. Dr. Bambang Waluyo SH. MH. (DOKUMEN)

Ntvnews.id, Jakarta - Fakultas Hukum UPN 'Veteran' Jakarta bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Prinsip Dominus Litis dalam Pembaruan Hukum Acara Pidana”. Pihak kejaksaan tengah menyorot berbagai aspek pembaruan sistem peradilan. Salah satunya yang dibahas yakni peran dominus litis (pihak yang mengendalikan jalannya perkara) dalam KUHAP baru.

Adapun dominus litis menempatkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai pemegang kendali perkara pidana, menjadi elemen penting dalam menjaga keseimbangan antara hak tersangka, kepentingan korban, dan kepastian hukum.

Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan kembali peran jaksa sebagai dominus litis atau pengendali perkara dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Hal ini disampaikan oleh dua ahli hukum, yakni dari Universitas Diponegoro (UNDIP) dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta.

Guru besar fakultas hukum dari UPN Veteran Jakarta, Prof. Dr. Bambang Waluyo SH. MH. menekankan bahwa jaksa memiliki peran sentral dalam seluruh tahapan proses hukum, mulai dari penyidikan hingga eksekusi putusan.

“Sejak penyidikan, jaksa sudah memantau jalannya perkara hingga pelaksanaan pidana, yaitu membawa terpidana ke lembaga pemasyarakatan. Itulah sebabnya jaksa disebut dominus litis,” ujarnya, Selasa (25/2/2025).

Fakultas Hukum UPN 'Veteran' Jakarta bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk &ldquo;Prinsip Dominus Litis dalam Pembaruan Hukum Acara Pidana&rdquo;. <b>(DOKUMENTASI)</b> Fakultas Hukum UPN 'Veteran' Jakarta bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Prinsip Dominus Litis dalam Pembaruan Hukum Acara Pidana”. (DOKUMENTASI)

Menurutnya, meskipun penyidikan perkara umum dilakukan oleh kepolisian dan perkara korupsi serta pelanggaran HAM berat ditangani oleh kejaksaan, jaksa tetap memiliki kewenangan dalam tahap prapenuntutan. Langkah ini bertujuan agar berkas perkara yang diajukan ke pengadilan sudah lengkap dan sesuai prosedur hukum.

Ia juga menegaskan bahwa prinsip dominus litis harus tetap dipertahankan dalam pembaruan KUHAP guna menjaga keadilan dalam penegakan hukum. “KUHAP saat ini sudah berlaku sejak 1981, menggantikan aturan kolonial. Sekarang, KUHAP yang baru disusun agar lebih sesuai dengan perkembangan hukum dan politik,” katanya.

Menanggapi kekhawatiran bahwa revisi KUHAP bisa menjadikan jaksa terlalu berkuasa, Bambang Waluyo menepis anggapan tersebut.

“Jaksa memang memiliki kewenangan besar dalam mengendalikan perkara, tetapi bukan berarti menjadi super power,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa efektivitas sistem ini tetap bergantung pada profesionalisme, integritas, dan pengawasan lembaga terkait.

Menurutnya, KUHAP baru dirancang agar lebih sesuai dengan perkembangan hukum dan politik, tetapi mekanisme pengawasan harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan. “Dalam manajemen, ada perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Jika tidak diawasi, sistem yang baik pun bisa bermasalah,” ujarnya.

Dengan adanya revisi KUHAP, para ahli hukum berharap peran kejaksaan tetap kuat agar sistem peradilan di Indonesia dapat berjalan lebih efektif, adil, dan transparan.

Prof Bambang menegaskan, pada logikanya yang bertanggung jawab terhadap tersangka, terdakwa, sampai ke pengadilan itu adalah jaksa penuntut umum.

"Nah, penasihat hukum itu tanggung jawab adalah pengertian membela klien dan sebagainya. Hakim, itu apa yang disampaikan oleh penuntut umum yang dibela oleh penasihat hukum, hakim memutus," tuturnya.

Karena itulah, lanjut Prof Bambang, hakim harus bersifat objektif ke objektif. Sedangkan jaksa penuntun umum dari subjektif ke objektif.

"Nah, nanti di dalam rancangan KUHAP, intinya kita sepakat untuk dominus ritis tadi tetap diatur di KUHAP," ucap dia.

Tujuannya, kata Bambang, karena penegakan hukum bisa adil dan sebagainya. Kemudian khusus kepolisian, tetap berperan sebagai penyidik.

"Jaksa itu penyidik kalau perkara korupsi, perkara pelanggaran HAM berat itu Jaksa Agung dan sebagainya. Jadi sesuai dengan undang-undang masing-masing," bebernya.
"Nah, kalau perkara korupsi misalnya, jaksa boleh nyidik tapi juga menuntut. Tapi kalau Pak Polisi, ini perkara apa aja ya, dia menyidik aja," sambungnya.

Prof Bambang menilai urgensi rancangan KUHAP baru sangat penting.

Sebagai informasi, FGD tadi menghadirkan 4 narasumber diantaranya: Prof. Dr. Bambang Waluyo, SH, MH (Guru Besar Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta), dengan topik Prinsip Dominus Litis dan Teori Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana.

Narasumber ke 2 Prof. Dr. Pujiono, SH, MHum (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro) dengan topik Penyelarasan Penyidikan dan Penuntutan dalam rangka mendukung Pembaruan dalam KUHP Nasional.

Narasumber ke 3 Dr. Febby Mutiara Nelson, SH, MH (Dosen FH UI dan Pengurus ASPERHUPIKI) dengan topik Studi Perbandingan Penerapan Prinsip Dominus Litis di beberapa negara.
Sedangkan narasumber ke 4 Maidina Rachmawati, SH, LL.M (Plt Direktur Eksekutif ICJR) dengan topik Problem KUHAP 1981 dan Prinsip Dominus Litis dalam RKUHAP.

Tags

x|close