Ntvnews.id
Kepala Kejati DKI, Patris Yusrian Jaya, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 26 Februari 2025, mengungkapkan bahwa kasus ini berawal pada 23 Desember 2023 saat eksekusi pengembalian barang bukti "Robot Trading Fahrenheit"senilai sekitar Rp61,4 miliar.
Seharusnya, uang tersebut sepenuhnya dikembalikan kepada korban melalui kuasa hukumnya, BG dan OS. Namun, kedua kuasa hukum itu diduga merancang skema dan membujuk JPU berinisial AZ untuk menggelapkan dana.
"Atas bujuk rayu kuasa hukum korban yaitu BG dan OS, sebagian diantaranya senilai Rp11,5 miliar diberikan kepada oknum Jaksa inisial AZ yang saat ini menjabat selaku Kasi Intel Kejaksaan Negeri Landak Kalimantan Barat, dan sisanya diambil oleh dua orang kuasa hukum itu," kata Patris.
Patris mengungkapkan bahwa saat proses pengembalian aset, kuasa hukum dan jaksa berinisial AZ hanya menyerahkan Rp38,2 miliar, sementara Rp23,2 miliar lainnya disalahgunakan. Dari jumlah tersebut, AZ menerima Rp11,5 miliar, sedangkan sisanya diberikan kepada kuasa hukum korban.
"Atas tindakan tersebut, Penyidik Kejati DKI telah memeriksa beberapa pihak pada tanggal 24 Februari 2025 yaitu satu orang oknum Jaksa inisial AZ telah ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Baca juga: Kuasa Hukum OS Ditetapkan Tersangka Penggelapan Aset 'Robot Trading Fahrenheit'
Dalam proses penetapan tersangka, Kejati DKI memblokir rekening serta menyita rumah dan uang yang dititipkan kepada istri tersangka. Kuasa hukum berinisial BG telah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka, sementara OS masih berstatus saksi namun belum memenuhi panggilan.
"Untuk itu kuasa hukum korban, OS, diimbau agar kooperatif menjalani proses hukum dengan memenuhi panggilan penyidik," imbuh Patris.
Tersangka BG masih menjalani pemeriksaan, sementara oknum jaksa AZ ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari.
AZ dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, BG dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, dan Pasal 13 UU RI No. 31 Tahun 1999 Jo. UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Sumber: Antara)