Ntvnews.id, Taheran - Wakil Presiden Iran, Mohammad Javad Zarif, kembali mengundurkan diri dari jabatannya. Ia mengungkapkan bahwa keputusannya didasarkan pada penghinaan berat yang diterimanya.
Dilansir dari IRNA, Selasa, 4 Maret 2025, Zarif merupakan mantan Menteri Luar Negeri Iran yang berperan dalam merundingkan kesepakatan nuklir penting tahun 2015 dengan negara-negara besar dunia. Surat pengunduran dirinya telah diserahkan kepada Presiden Masoud Pezeshkian.
"Surat pengunduran diri Zarif diterima oleh Presiden Masoud Pezeshkian, yang hingga kini belum memberikan tanggapan," demikian laporan IRNA.
Dalam unggahan di media sosial X pada Senin, 3 Maret 2025, Zarif menyatakan bahwa dirinya telah mengalami "penghinaan, fitnah, dan ancaman yang luar biasa terhadap diri saya dan keluarga saya. Saya telah melewati masa paling pahit dalam 40 tahun pengabdian saya."
Baca Juga: Saat 3 Presiden dan 4 Wapres Luncurkan Danantara
"Untuk menghindari tekanan lebih lanjut terhadap pemerintah, kepala kehakiman menyarankan agar saya mengundurkan diri, dan saya langsung menerimanya," tambahnya.
Pezeshkian, yang menjabat sebagai Presiden Iran sejak Juli lalu, menunjuk Zarif sebagai Wakil Presiden untuk urusan strategis pada 1 Agustus. Namun, Zarif mengundurkan diri kurang dari dua minggu setelah diangkat, sebelum akhirnya kembali menjabat di akhir bulan tersebut.
Saat itu, Zarif menyebutkan beberapa alasan di balik pengunduran dirinya, salah satunya adalah kekecewaannya terhadap susunan kabinet baru Iran yang terdiri dari 19 menteri.
Baca Juga: Heboh Ibu Hamil Lahiran saat Pesawat Terbang
"Saya merasa malu karena tidak dapat mewujudkan, dengan cara yang layak, pendapat para pakar dari komite-komite yang bertanggung jawab dalam pemilihan kandidat. Saya juga gagal memasukkan perempuan, kaum muda, dan kelompok etnis sebagaimana yang telah saya janjikan," ujarnya saat itu.
Zarif merupakan diplomat utama Iran dari 2013 hingga 2021 di bawah pemerintahan Presiden moderat Hassan Rouhani.
Namanya mulai dikenal di kancah internasional berkat keterlibatannya dalam negosiasi panjang untuk perjanjian nuklir 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Namun, kesepakatan tersebut secara efektif dibatalkan tiga tahun kemudian ketika Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, menarik diri dari perjanjian tersebut dan kembali memberlakukan sanksi berat terhadap Iran.