KPK Optimistis Pulihkan Rp988,5 Miliar dalam Kasus LPEI

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Mar 2025, 11:28
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Kasatgas Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Sokmo. Kasatgas Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Sokmo. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - KPK yakin dapat memulihkan kerugian negara sebesar 60 juta dolar AS atau sekitar Rp988,5 miliar akibat dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dana kredit tersebut diketahui bersumber dari APBN, sehingga KPK berupaya mengembalikan kerugian yang ditimbulkan dalam kasus ini. 

"Terkait dengan kasus LPEI ini kami akan memaksimalkan semaksimal mungkin terkait dengan pengembalian kurang lebih 60 juta dolar AS," kata Kasatgas Penyidik KPK Budi Sokmo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 4 Maret 2025. 

Budi belum menjelaskan secara rinci langkah-langkah yang akan diambil KPK untuk mengembalikan uang itu ke kas negara. Namun, ia yakin proses tersebut akan berjalan seiring dengan berlanjutnya penyidikan. 

Pada Senin, 3 Maret 2025, KPK mengumumkan bahwa lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit yang bersumber dari APBN di LPEI.  

"Lima orang tersangka ini terdiri atas dua orang, yaitu direktur dari LPEI dan tiga orang dari PT Petro Energy atau PT PE," kata Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025. 

Baca juga: KPK Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Kredit APBN di LPEI

Berdasarkan informasi yang diperoleh, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Mereka adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan, serta tiga pihak dari sektor swasta, yaitu Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy, Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy, Susi Mira Dewi Sugiarta.

Menurut Budi, kasus ini bermula pada 2015, ketika PT Petro Energy (PT PE) menerima fasilitas kredit dari LPEI sebesar 60 juta dolar AS atau setara dengan Rp988,5 miliar. Kredit tersebut dicairkan dalam tiga tahap, yaitu:

  • 2 Oktober 2015 sebesar Rp297 miliar,
  • 19 Februari 2016 sebesar Rp400 miliar, dan
  • 14 September 2017 sebesar Rp200 miliar.

Namun, para direksi LPEI diduga tetap menyetujui pencairan kredit meskipun mengetahui bahwa rasio lancar (current ratio) PT PE berada di bawah 1, tepatnya 0,86. Angka ini menunjukkan bahwa pengeluaran perusahaan lebih besar daripada pendapatan, sehingga berisiko tinggi mengalami gagal bayar.

Selain itu, direksi LPEI yang kini menjadi tersangka juga diduga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diajukan PT PE saat mengajukan proposal kredit. Bahkan, PT PE diduga membuat kontrak fiktif yang dijadikan dasar pengajuan kredit ke LPEI. Meski mengetahui hal tersebut, direksi LPEI membiarkan dan tidak melakukan evaluasi, bahkan ketika pembayaran kredit termin pertama mengalami kendala. 

Baca juga: Kortastipidkor Polri Mulai Sidik Kasus Dugaan Korupsi dan TPPU Pembiayaan LPEI

Budi menambahkan bahwa indikasi permasalahan ini sebenarnya telah diketahui dan telah mendapat peringatan dari tim analis serta jajaran di bawah direktur, namun tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

"Namun, para direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawah, bahwa sebenarnya PT PE tidak berhak mendapatkan top up sebesar Rp400 miliar dan Rp200 miliar setelah pengucuran yang pertama," kata Budi.

Kedua direktur yang memiliki kewenangan dalam persetujuan kredit diduga mengabaikan seluruh permasalahan yang telah teridentifikasi.

Situasi ini terjadi karena sebelum kredit diberikan, telah berlangsung pertemuan antara direksi PT PE dan direksi LPEI, yang diduga memengaruhi keputusan pencairan kredit tersebut.

"Mereka bersepakat bahwa untuk proses pemberian kredit itu akan dipermudah," ujarnya. 

Karena perbuatan melawan hukum tersebut, penyidik KPK menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka. Saat ini, perhitungan kerugian keuangan negara masih dalam proses oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

(Sumber: Antara)

x|close