Ntvnews.id, Jakarta - Curah hujan dengan intensitas tinggi sudah menyebabkan berbagai bencana di Indonesia, seperti banjir, jembatan putus, sampai tanah longsor di sejumlah daerah di Jabodetabek.
Seiring dengan hal tersebut, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa berdasarkan analisis peringatan dini cuaca ekstrem, puncak curah hujan diprediksi terjadi pada dasarian kedua bulan Maret 2025.
"Update hasil analisis untuk 10 hari ke-2 dan ke-3 di bulan Maret, tren puncaknya di 10 hari ke 2, mulai tanggal 11-20 Maret. Curah hujan yang tertinggi yang hijau tua mencapai 300mm dalam 10 hari," kata Dwikorita pada Selasa, 4 Maret 2025, dikutip dari laman resmi BMKG.
Menurutnya, meskipun curah hujan tertinggi berada pada zona hijau tua, wilayah dengan kategori kuning hingga coklat masih memiliki intensitas hujan yang cukup tinggi.
"Makin muda masih tinggi, yang kuning menengah 100 mm dalam 10 hari, ini termasuk potensi ekstrem terutama yang hijau, dan hijau ini masih dipuncak sehingga ke arah atas, nanti akan menggelontornya ke bawah meskipun yang di bawah kuning sampai coklat kategorinya menengah masih 10 mm dalam 10 hari," lanjut Kepala BMKG.
Ilustrasi cuaca (dkijakartaprov)
Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, sebelumnya mengungkapkan bahwa curah hujan dengan intensitas tinggi diperkirakan masih akan terjadi pada 4-11 Maret 2025, terutama di beberapa wilayah di Indonesia bagian barat serta Kepulauan Papua.
Fenomena atmosfer seperti Rossby Ekuatorial, Kelvin, dan Low Frequency diprediksi tetap aktif di berbagai daerah, termasuk sebagian besar Sumatera, Jawa bagian barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Kepulauan Papua.
Aktivitas atmosfer ini berperan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan dengan tingkat intensitas yang bervariasi di wilayah-wilayah tersebut.
"Curah hujan tinggi masih berpotensi terjadi dan perlu diwaspadai, terutama di wilayah-wilayah yang rentan terdampak cuaca ekstrem," kata Guswanto melalui keterangan tertulis BMKG pada Selasa, 4 Maret 2025.
BMKG juga mengidentifikasi adanya daerah perlambatan kecepatan angin atau konvergensi yang membentang di beberapa lokasi, mulai dari pesisir timur Riau hingga Kepulauan Riau, dari Sumatera Barat ke Sumatera Selatan, kemudian di Samudra Hindia selatan Jawa Timur hingga selatan Jawa Barat, serta di wilayah Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan dan Laut Sulawesi-Kalimantan Timur.
Arsip foto - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memberikan keterangan kepada wartawan terkait potensi hujan deras yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di Jawa Barat, saat meninjau lokasi bencana keret (Antara)
Fenomena perlambatan kecepatan angin ini berpotensi meningkatkan intensitas hujan di wilayah yang terdampak serta mempengaruhi aktivitas masyarakat di daerah pesisir dan sektor maritim.
Selain itu, analisis mengenai labilitas lokal menunjukkan adanya potensi besar untuk perkembangan awan konvektif di berbagai wilayah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, NTT, serta hampir seluruh bagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Kondisi labilitas lokal ini turut berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan yang umumnya terjadi pada siang hingga malam hari.
"Dengan meningkatnya aktivitas atmosfer ini, BMKG mengimbau masyarakat di wilayah terdampak untuk tetap waspada terhadap potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat, angin kencang, hingga kemungkinan banjir di daerah rawan. Pemantauan cuaca secara berkala sangat penting untuk mengantisipasi dampak dari dinamika atmosfer yang terus berkembang," imbau Guswanto.