Ntvnews.id, Jakarta - Jajaran Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Mabes Polri berhasil mengungkap praktik ilegal penjualan solar bersubsidi yang menggunakan modus barcode palsu dan surat rekomendasi rekayasa.
Direktur Dirtipidter Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, mengungkapkan bahwa praktik tersebut terjadi di dua lokasi berbeda, yakni Tuban, Jawa Timur, dan Karawang, Jawa Barat.
"Atas dasar informasi tersebut, pada tanggal 26 Februari penyelidik Bareskrim Polri melakukan penyelidikan di dua TKP sekaligus, yaitu di Tuban dan di Karawang," ujarnya dilansir Antara.
Baca Juga: Indonesia Siapkan BBM Baru, Solar Campur Sawit 50 Persen Mulai Tahun Depan
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas ilegal terkait penjualan solar bersubsidi. Berdasarkan informasi tersebut, tim penyelidik Bareskrim Polri segera melakukan investigasi di dua tempat kejadian perkara (TKP) sekaligus, yakni di Tuban dan Karawang, pada 26 Februari lalu.
Ilustrsi Solar BBM (Istimewa)
Hasil penyelidikan mengarah pada penangkapan delapan tersangka yang terbukti melakukan aktivitas penjualan solar subsidi secara ilegal. Para tersangka di Tuban berinisial BC, K, dan J, sementara lima tersangka lainnya di Karawang berinisial LA, HB, S, AS, dan E.
Menurut Brigjen Nunung, dua kelompok ini tidak tergabung dalam satu sindikat yang sama, namun menggunakan modus operandi yang mirip dalam mendapatkan solar bersubsidi secara ilegal.
Di Tuban, para tersangka menggunakan sebuah mobil Isuzu Panther untuk mengambil solar subsidi di SPBU dengan memanfaatkan 45 barcode palsu yang berbeda. Setelah itu, mereka mengangkut solar ke gudang untuk dikemas ulang dan dijual dengan harga lebih tinggi.
Sementara itu, di Karawang, para tersangka memanfaatkan surat rekomendasi pembelian solar untuk petani dan warga yang dikeluarkan oleh kantor pemerintahan desa. Dengan surat tersebut, mereka memperoleh sejumlah barcode MyPertamina yang kemudian digunakan untuk membeli solar subsidi. Sama seperti di Tuban, solar yang dikumpulkan kemudian dijual kembali di pasaran.
Praktik ilegal ini telah berlangsung cukup lama. Para tersangka di Tuban diketahui sudah beroperasi selama lima bulan, sedangkan di Karawang aksi mereka telah berjalan selama satu tahun.
Selama menjalankan aksinya, mereka menjual solar subsidi dengan harga lebih tinggi dari harga resmi pemerintah. Solar subsidi yang seharusnya dijual seharga Rp6.800 per liter, mereka jual dengan harga Rp8.600 per liter. Akibatnya, negara mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai Rp4,4 miliar.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja serta Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Mereka terancam hukuman penjara maksimal enam tahun serta denda hingga Rp60 miliar.