Kasus Korupsi Impor Gula, Pengacara: Tom Lembong Tidak Bersalah

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Mar 2025, 18:20
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Tom Lembong Tom Lembong (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki keterlibatan dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait importasi gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015–2016. Menurutnya, tidak ada alasan hukum yang dapat dijadikan dasar untuk menuduh Tom Lembong sebagai pelaku dalam kasus ini.

"Terdapat beberapa fakta yuridis yang menjadi poin penting betapa Tom Lembong tidak memiliki kesalahan apa pun," kata Ari Yusuf kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 6 Maret 2025. 

Ari menjelaskan berdasarkan aspek hukum yang ada, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta tidak memiliki wewenang untuk menangani kasus ini.

Hal tersebut dikarenakan perkara yang didakwakan berkaitan dengan pangan, yang telah diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Baca Juga: Deretan Dakwaan Jaksa ke Tom Lembong Kasus Korupsi Impor Gula

Selain itu, Ari juga mengungkapkan bahwa perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus ini telah dijabarkan secara jelas oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, menurutnya, unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memiliki bukti yang cukup.

"Maka penyidik seharusnya segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada jaksa pengacara negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 Ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," jelasnya.

Ari juga menyoroti isi surat dakwaan yang disusun oleh penuntut umum. Berdasarkan dokumen tersebut, pihak yang melakukan pembayaran, baik kepada pajak maupun kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Persero, bukanlah kliennya. Pembayaran tersebut, kata Ari, dilakukan oleh sembilan perusahaan swasta yang bertindak sebagai penjual gula sekaligus wajib pajak.

Lebih lanjut, Ari mengungkapkan bahwa dalam menyusun surat dakwaan, penuntut umum menggunakan laporan audit dari BPKP. Padahal, audit kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016 sebenarnya telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang dalam laporannya menyatakan tidak ditemukan adanya kerugian keuangan negara.

Ari juga menilai bahwa surat dakwaan yang ditujukan kepada kliennya tidak memiliki ketelitian dan kelengkapan. Menurutnya, seluruh tindakan yang dilakukan oleh Tom Lembong bersifat administratif dan tidak ada penjelasan mengenai aspek harga beli gula kristal putih dalam dakwaan tersebut.

Baca Juga: Anies Baswedan Hadiri Sidang Perdana Kasus Impor Gula Tom Lembong

Anies Baswedan dan Tom Lembong <b>(Antara)</b> Anies Baswedan dan Tom Lembong (Antara)

Dari berbagai fakta hukum yang telah diuraikan, Ari menegaskan bahwa dakwaan terhadap Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi importasi gula tidak memiliki dasar yang kuat.

"Kasus ini merupakan bentuk rekayasa hukum yang dituduhkan kepada Tom Lembong karena perbedaan haluan politik. Oleh karena itu, pengadilan harus segera membebaskan Tom Lembong serta memulihkan statusnya sebagai warga negara yang merdeka dan dilindungi hukum," ujar Ari menegaskan.

Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar. Tuduhan tersebut didasarkan pada penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015–2016 kepada sepuluh perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Baca Juga: Tom Lembong Ngeluh Kelamaan Ditahan

Surat persetujuan impor tersebut diduga diterbitkan dengan tujuan mengizinkan impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Padahal, menurut dakwaan, Tom Lembong mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan penerima izin tersebut tidak memiliki kewenangan untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka merupakan perusahaan gula rafinasi.

Selain itu, dalam dakwaan disebutkan bahwa Tom Lembong tidak menunjuk perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengendalikan pasokan serta menstabilkan harga gula. Sebagai gantinya, ia menunjuk beberapa koperasi, antara lain Induk Koperasi Kartika (Imkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

Atas perbuatannya, Tom Lembong dihadapkan pada ancaman hukuman berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

x|close