Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menilai bahwa dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan Pertamina merupakan kasus yang penuh risiko alias 'ngeri-ngeri sedap', namun tetap harus diungkap.
"Selama 5 tahun, uang itu mengalir ke mana saja? Siapa saja pihak-pihak yang menikmati uang tersebut? Harus diungkap. Karena ini benar-benar korupsi besar yang pastinya melibatkan banyak pihak, dari hulu ke hilir," kata Sahroni, Jumat 7 Maret 2025.
Baca Juga : Per Januari 2025, Dekarbonisasi Pertamina Lampaui Target Capai 146 Ribu Metrik Ton CO2
Ia juga mendorong Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk segera bertindak dalam melacak aliran dana korupsi tersebut.
Menurutnya, kasus ini bukan sekadar korupsi biasa, melainkan masuk dalam kategori mega korupsi, bahkan super korupsi.
Sahroni menekankan bahwa peran PPATK dalam melacak aliran dana hasil korupsi sangat penting untuk membantu aparat penegak hukum dalam memaksimalkan pemulihan kerugian negara akibat kasus ini.
Baca Juga: Dirut Pertamina: BBM di SPBU Sudah Sesuai Standar Pemerintah
Ia mengungkapkan bahwa dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini hampir mencapai Rp1 kuadriliun.
Bahkan, menurutnya, sisa umur hidup para tersangka pun tidak akan cukup untuk menebus seluruh kerugian serta dampak yang ditimbulkan.
Oleh karena itu, ia berharap pengusutan kasus ini dilakukan secara tuntas dan dapat menyeret semua pihak yang terlibat.
“Ini harus tegas dan tuntas, seperti saat Kejagung mengusut kasus-kasus kakap lainnya, semua tersangka harus diseret dan bertanggung jawab,” kata pimpinan komisi yang membidangi urusan penegakan hukum tersebut.
Baca Juga : Lemigas Pastikan Kualitas BBM Pertamina Sesuai Standar Pemerintah
Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018–2023.
Kejagung mengungkapkan bahwa perkiraan kerugian negara akibat kasus ini pada tahun 2023 mencapai Rp193,7 triliun. Angka tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan awal yang dilakukan oleh penyidik bersama ahli.
Kerugian tersebut terdiri dari lima komponen utama, yaitu:
- Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun.
- Kerugian akibat impor minyak mentah melalui perantara (broker) sekitar Rp2,7 triliun.
- Kerugian dari impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun.
- Kerugian akibat pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun.
- Kerugian dari pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.
(Sumber: Antara)