Ntvnews.id, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, memeriksa Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus 2015-2018 Muhamad Haniv (MH) terkait penyidikan dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp21,5 miliar.
"Yang bersangkutan hadir," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat 7 Maret 2025.
Baca Juga: KPK Bantah Tudingan Sengaja Percepat Penanganan Kasus Hasto Kristiyanto
Haniv menyelesaikan pemeriksaannya di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 13.16 WIB.
Namun, ia memilih untuk tidak memberikan komentar terkait pemeriksaannya dan langsung meninggalkan lokasi dengan menggunakan taksi.
Sebelumnya, pada Selasa 25 Febuari lalu, penyidik KPK menetapkan mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Mohamad Haniv (HNV) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi senilai Rp21,5 miliar.
Baca Juga: 95 Nama Diduga Terlibat Suap Pemilihan Ketua DPD Diserahkan ke KPK
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menjelaskan bahwa gratifikasi tersebut diduga diterima selama periode 2015-2018, saat Haniv masih menjabat sebagai Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus.
Haniv diduga memanfaatkan posisinya untuk mencari sponsor guna keperluan bisnis anaknya.
Ia disebut mengirimkan surel kepada sejumlah pengusaha yang merupakan wajib pajak untuk meminta bantuan modal.
Selain menerima gratifikasi sebesar Rp804 juta untuk mendukung bisnis peragaan busana anaknya, penyidik KPK juga menemukan bahwa Haniv menerima sejumlah uang dalam bentuk valuta asing dan deposito dengan total belasan miliar rupiah, yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan.
"HNV telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634, sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634 (Rp21,5 miliar)," ujar Asep.
Atas perbuatannya, Haniv ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
(Sumber: Antara)