Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, mendesak aparat penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.
Ia diduga melakukan pencabulan terhadap tiga anaknya yang masih di bawah umur, sebuah tindakan yang dinilai mencoreng institusi kepolisian.
Baca Juga: Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Positif Sabu, Kini Diperiksa di Mabes Polri
"Harus dihukum maksimal, apalagi dia sebagai Kapolres. Seharusnya, memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, bener-bener perbuatan biadab," ujar Selly dilansir Antara.
Legislator dari PDI Perjuangan ini menilai, hukuman berat sangat diperlukan mengingat selain mencabuli dan merekam perbuatan kejinya, AKBP Fajar juga diduga terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu.
Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (Instagram)
Saat ini, meskipun AKBP Fajar telah dicopot dari jabatannya dan tengah diproses untuk diberhentikan secara tidak hormat dari kepolisian, Selly menegaskan bahwa tindakan tersebut belum cukup memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, hukuman maksimal wajib diberikan kepada perwira lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 2004 ini.
Selly menjelaskan bahwa AKBP Fajar dapat dijerat dengan Pasal 13 UU TPKS yang membawa ancaman hukuman 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp5 miliar.
Namun, mengingat statusnya sebagai pejabat daerah sekaligus keluarga korban, hukumannya dapat diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun.
Selain itu, tindakan perekaman terhadap anaknya sendiri bisa menambah hukuman 4 tahun tambahan.
"Artinya, bila di-juncto-kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly.
Selly juga mengutip mandat Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang menekankan bahwa perlindungan terhadap anak dan perempuan harus menjadi prioritas utama dalam sistem hukum dan kebijakan negara.