Tom Lembong Pertanyakan Kenapa Hanya Dia Mantan Mendag yang Jadi Terdakwa Korupsi Impor Gula

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 11 Mar 2025, 14:50
thumbnail-author
Alber Laia
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Perdagangan periode 2015—2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong saat ditemui usai sidang pembacaan tanggapan atas eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (11/3/2025). Menteri Perdagangan periode 2015—2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong saat ditemui usai sidang pembacaan tanggapan atas eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (11/3/2025). (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015—2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong, mempertanyakan alasan dirinya menjadi satu-satunya mantan Mendag yang didakwa dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan.

Menurut Tom, surat penyidikan mencatat bahwa kasus ini mencakup periode 2015—2023. Namun, ia hanya menjabat sebagai Mendag pada periode 2015—2016. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait konsistensi dalam penegakan hukum.

Baca Juga: JPU Sebut Keberatan Tom Lembong Atas Dakwaan Korupsi Masuk Pokok Perkara

"Kalau memang perkara yang didakwakan itu 2015 sampai 2023, ya harus konsisten semua menteri perdagangan yang menjabat di periode itu, karena semuanya juga melakukan hal yang sama persis seperti saya atas dasar hukum yang sama. Harus serentak, tidak bisa milih-milih," ujarnya dilansir Antara.

Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam sidang pembacaan tanggapan JPU terhadap eksepsi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (11/3/2025). <b>(Dok.Antara)</b> Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam sidang pembacaan tanggapan JPU terhadap eksepsi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (11/3/2025). (Dok.Antara)

Tom menilai bahwa statusnya sebagai terdakwa mencerminkan ketidaksetaraan di mata hukum, atau bertentangan dengan prinsip equality before the law. Ia meyakini bahwa dirinya tidak bersalah dan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum. Menurutnya, mekanisme importasi gula selama ini berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut, Tom menegaskan bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka secara selektif dan tidak komprehensif menciptakan kesan adanya unsur kesewenang-wenangan dalam proses hukum.

"Menersangkakan orang atau mendakwa orang yang selektif itu tidak komprehensif. Padahal importasi gula ini semuanya hal biasa dan itu yang memang sengaja diabaikan oleh kejaksaan," tuturnya.

Dalam dakwaan, Tom Lembong disebut telah merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar dengan menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Selain itu, perusahaan yang diberikan izin tersebut diduga tidak memiliki wewenang untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena merupakan perusahaan gula rafinasi.

Tom juga didakwa karena tidak menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan menunjuk sejumlah koperasi, yakni Induk Koperasi Kartika (Imkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

Atas perbuatannya, Tom Lembong dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

x|close