Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Mufti Aimah Nurul Anam mengkritik keras PT Pertamina (Persero) Tbk dalam rapat hari ini di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Mufti awalnya mengaku kecewa lantaran dalam rapat, jajaran Pertamina tak membeberkan kabar terkini terkait kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 yang ditaksir merugikan negara hampir 1 kuadriliun rupiah.
"Pada RDP kali ini, jujur saja kami sedikit kecewa, kami tunggu-tunggu dari paparan ter-update soal (kasus) Pertamax oplosan, tapi tidak ada sebait kata pun yang menjelaskan soal itu dalam kesempatan pagi ini," ujarnya, Selasa, 11 Maret 2025.
Lalu, Mufti membeberkan bobroknya perusahaan pelat merah itu.
Pertama, ia mengungkapkan adanya rencana dari Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia untuk membangun kilang minyak baru dengan pembiayaan dari super holding, Danantara sebesar Rp 500 triliun.
Padahal, kata dia, pembangunan tersebut sudah dijanjikan oleh mantan Dirut Pertamina, Nicke Widyawati, bakal rampung pada tahun 2019 silam.
"Lah, jadi selama ini Pertamina tidak punya kilang baru? Padahal ketika tahun 2019, kita duduk di sini, ketika di tempat duduk Bapak ada namanya Bu Nicke, menyampaikan, RDMP (Refinery Development Master Plan) Balikpapan maksimal tahun itu (2019) akan selesai, ternyata baru tahun 2025 tidak tuntas juga," papar Mufti.
Karenanya, ia menganggap Pertamina justru menjadi mafia migas itu sendiri karena seakan selalu menunda pembangunan kilang minyak baru dan selalu melakukan impor minyak.
Lalu, Mufti mengungkapkan bobroknya Pertamina dapat dilihat terkait adanya temuan bahwa kandungan sulfur pada jenis BBM RON 92 atau Pertamax setara dengan RON 90 atau Pertalite.
Hal tersebut, kata dia melanggar ketentuan aturan yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
"Kandungan sulfur Pertamax ternyata sama dengan Pertalite yang 500 ppm. Bayangkan, standar Euro4 saja RON 92 kandungan sulfurnya seharusnya 50 ppm. Belum lagi, kalau lihat tetangga kita, Shell hanya 10 ppm," kata dia.
Mufti memandang, kebobrokan Pertamina itu kontras jika dibandingkan dengan tingginya gaji para petingginya. Bahkan, kata dia gaji per bulan Dirut Pertamina setara dengan CEO Google dan Coca-cola.
Mufti pun mengatakan gaji beserta segala fasilitas yang diterima jajaran direksi Pertamina masih lebih banyak ketimbang Presiden RI maupun Presiden AS.
"Jika menilik betapa besarnya gaji direksi Pertamina lebih dari Rp1 miliar setara dengan gaji Dirut CEO Coca-cola. Bahkan setara dengan gaji CEO Google yang merupakan perusahaan global dengan valuasi dan market yang memang mendunia," paparnya.
"Bahkan, kalau itu ditambah dengan tantiem (bonus), dividen, kompensasi finansial lainnya maka THP yang diberikan kepada direksi Pertamina Rp4 miliar per bulan, jauh lebih besar dari gaji Presiden Republik Indonesia bahkan lebih besar dari gaji Presiden AS Donald Trump," imbuhnya.
Mufti menyebut, dengan fantastisnya gaji dan tunjangan yang diberikan kepada direksi Pertamina, maka seharusnya dapat memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat hingga memberikan profit kepada negara.
Tapi, dengan adanya kasus mega korupsi PT Pertamina Patra Niaga, Pertamina justru menjadi pihak yang membuat rakyat sengsara.