Ntvnews.id, Manilla - Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, diterbangkan ke Den Haag, Belanda, pada Selasa 11 Maret malam setelah penangkapannya untuk menghadapi persidangan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden Sara Duterte, yang juga merupakan putrinya. Dalam pernyataannya, Sara Duterte mengecam penyerahan ayahnya ke ICC, menyebutnya sebagai bentuk "penindasan dan penganiayaan," serta "penghinaan" terhadap kedaulatan Filipina.
Baca Juga : Eks Presiden Filipina Rodrigo Duterte Bakal Diseret ke Belanda untuk Diadili
Ia juga menilai tindakan tersebut sebagai pelecehan terhadap seluruh warga Filipina yang menjunjung tinggi kemerdekaan negara mereka.
"Sejak ia ditahan pagi ini, ia masih belum dihadapkan kepada otoritas pengadilan yang kompeten untuk memastikan hak-haknya dan memungkinkannya memanfaatkan keringanan yang dijamin hukum," kata Duterte, Rabu 12 Maret 2025.
"Ia dibawa secara paksa ke Den Haag," ucap Sara.
Media Filipina melaporkan bahwa mantan Presiden Rodrigo Duterte telah dibawa ke pesawat yang akan membawanya ke Den Haag, Belanda, markas Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Sebelumnya, kantor kepresidenan Filipina menyatakan bahwa Duterte diamankan di Bandara Manila setelah tiba dari Hong Kong.
Baca Juga : Fakta-fakta Kasus Kejahatan Terhadap Kemanusiaan yang Jerat Eks Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Duterte, yang kini berusia 79 tahun, dituduh mengizinkan pembunuhan di luar hukum serta berbagai pelanggaran HAM dalam kebijakan perangnya terhadap narkoba.
Pada Senin 10 Maret lalu, Duterte sempat menyatakan kesediaannya dipenjara jika ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan. Namun, setelah surat tersebut diterbitkan, ia berubah sikap dan menolak ditahan, terutama karena tindakan itu dilakukan oleh otoritas Barat, sebagaimana dilaporkan oleh The Philippine Star.
Diperkirakan lebih dari 6.000 orang yang diduga terlibat dalam kejahatan narkoba tewas dalam operasi anti-narkoba selama masa kepresidenan Duterte (2016–2022), yang memicu penyelidikan ICC atas dugaan pelanggaran HAM.
Baca Juga : Eks Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap
Pada Maret 2018, Filipina menarik diri dari Statuta Roma yang menjadi dasar hukum ICC dan, pada Juli 2023, menolak bekerja sama dengan pengadilan tersebut, memilih untuk melakukan penyelidikan internal.
Namun, pada November 2024, pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyatakan tidak akan menghalangi penahanan Duterte oleh ICC.
Pada Januari lalu, pemerintah Filipina juga menegaskan akan mematuhi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh pengadilan internasional tersebut. (Sumber: Antara)