Pigai Buka-bukaan Alasan Turunnya Index Demokrasi di Indonesia Era Jokowi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Mar 2025, 12:12
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai (kedua kanan) saat memberikan keterangan di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3/2025). Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai (kedua kanan) saat memberikan keterangan di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (11/3/2025). (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai menegaskan bahwa penurunan indeks demokrasi Indonesia dalam The Democracy Index 2024 oleh Economist Intelligence Unit (EIU) tidak terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. 

"(Tahun) 2024 itu sebelum pemerintahan Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya karena data ini adalah penilaian turunnya demokrasi pada 2024, berarti sebelum kepemimpinan pemerintah yang baru," kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.

Pada 2024, indeks demokrasi Indonesia tercatat sebesar 6,44, turun dari 6,53 pada 2023.

Natalius Pigai menjelaskan bahwa penurunan ini bukan berarti pemerintah tidak mendukung demokrasi, melainkan adanya perbedaan metode penilaian oleh EIU. 

Menurutnya, EIU lebih menitikberatkan pada regulasi, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, instruksi presiden, dan putusan pengadilan yang dianggap membatasi kebebasan demokrasi. 

Baca juga: SBY: Jaga Demokrasi, Lawan Segala Upaya Perusakan Konstitusi!

Karena itu, Pigai mengakui bahwa jika menggunakan indikator penilaian EIU, ada beberapa aturan yang memengaruhi penurunan indeks demokrasi, terutama dalam periode 2015 hingga 2024. 

"Pertama, Peraturan Kapolri tentang hate speech (ujaran kebencian, red) pada 2015 sehingga Peraturan Kapolri tentang hate speech itu sebenarnya mengunci demokrasi," jelasnya.

Kedua, menurut Pigai, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) memberikan kewenangan kepada anggota dewan untuk melaporkan warga yang mengajukan protes terhadap mereka.

"Berikutnya, revisi Undang-Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Perppu tentang Ormas (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017) yang akarnya membubarkan satu, dua ormas yang dianggap bertentangan dengan pemerintah," katanya.

Selain itu, penangkapan aktivis dari organisasi masyarakat sipil yang terjadi sejak 2015 turut menjadi sorotan. 

"Fakta-fakta inilah yang mengunci dinamika demokrasi berkembang di Indonesia sehingga pada saat itu The Economist menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia turun," jelasnya. 

Menteri HAM menyoroti bahwa penurunan indeks demokrasi pada 2024 dipengaruhi oleh upaya DPR RI untuk membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.

(Sumber: Antara) 

x|close