Ntvnews.id, Suriah - Ribuan nyawa melayang akibat bentrokan berdarah yang terjadi di Suriah sejak pekan lalu. Bentrokan tersebut melibatkan pasukan pemerintah yang berhadapan dengan loyalis mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
"Setidaknya 1.383 warga sipil, sebagian besar dari mereka adalah warga Alawi, tewas dalam gelombang kekerasan yang melanda pantai Mediterania Suriah," kata pemantau perang di Suriah dilansir kantor berita AFP, Kamis. 13 Maret 2025.
Lembaga pemantau konflik, Syrian Observatory for Human Rights, melaporkan bahwa para warga sipil tersebut menjadi korban eksekusi oleh pasukan keamanan dan kelompok sekutunya. Kekerasan terjadi di daerah pesisir yang merupakan kawasan minoritas Alawi sekaligus kampung halaman Bashar al-Assad.
Meski kekerasan di Suriah sempat mereda, jumlah korban terus bertambah seiring ditemukannya sejumlah mayat baru. Beberapa mayat ditemukan di lahan terbuka dan rumah-rumah warga setempat.
Ahmad Al-Sharaa Resmi Jadi Presiden Suriah (ANTARA)
"Kematian terbaru tercatat di provinsi pesisir Latakia dan Tartus serta di provinsi tengah tetangga Hama," kata Syrian Observatory for Human Rights.
Organisasi tersebut menuduh pasukan keamanan dan kelompok sekutunya terlibat dalam aksi eksekusi langsung, pemindahan paksa warga, serta pembakaran rumah tanpa adanya sanksi hukum yang tegas.
Kekerasan ini bermula pada Kamis, 6 Maret ketika loyalis Assad yang bersenjata melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan pemerintah baru Suriah. Bentrokan berikutnya menewaskan setidaknya 231 personel keamanan, sementara 250 pejuang pro-Assad juga dilaporkan tewas.
Kantor HAM PBB menyatakan telah mendokumentasikan adanya "eksekusi kilat" yang tampaknya dilakukan berdasarkan motif sektarian. Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, berkomitmen untuk mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap warga sipil dan membentuk komite pencari fakta.
Juru bicara komite tersebut, Yasser al-Farhan, menegaskan bahwa pemerintah Suriah berupaya mencegah tindakan balas dendam di luar hukum dan memastikan tidak ada impunitas bagi para pelaku kekerasan.
Pihak berwenang juga telah menangkap setidaknya tujuh orang sejak Senin, 10 Maret 2025 atas dugaan pelanggaran terhadap warga sipil. Sementara itu, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), merupakan bekas cabang Al-Qaeda di Suriah, masih dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat.
Setelah penggulingan Assad pada Desember 2024, banyak warga Alawi hidup dalam ketakutan akan adanya pembalasan atas kekejaman yang dilakukan selama masa pemerintahannya.