Hasto Didakwa Suap KPU untuk Tetapkan Harun Masiku Jadi Anggota DPR

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Mar 2025, 10:56
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Hasto Kristiyanto, didakwa atas dugaan pemberian uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, dalam rentang waktu 2019-2020.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto, mengungkapkan bahwa dana tersebut diberikan untuk mempengaruhi KPU agar menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I, yang awalnya ditetapkan kepada Riezky Aprilia, agar dialihkan kepada tersangka Harun Masiku.

"Perbuatan melawan hukum dilakukan terdakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku," ujar JPU dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025.

Selain tuduhan penyuapan, Hasto juga didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku dalam kurun waktu 2019-2024. Ia diduga memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air guna menghilangkan jejak komunikasi.

Perintah ini diberikan setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu. Hasto juga diduga menginstruksikan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan penyitaan oleh penyidik KPK.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. <b>(Ntvnews/Alber)</b> Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. (Ntvnews/Alber)

Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

JPU menjelaskan bahwa kasus ini berawal sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, ketika KPU mendapat informasi mengenai wafatnya Calon Legislator DPR dari PDI Perjuangan Dapil Sumsel I, Nazarudin Kiemas, pada 26 Maret 2019.

Menindaklanjuti informasi tersebut, KPU mengirimkan surat konfirmasi kepada DPP PDI Perjuangan yang kemudian membalas dengan surat tertanggal 11 April 2019, mengonfirmasi kabar duka tersebut.

KPU kemudian menggelar pemungutan suara ulang, yang hasilnya menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon terpilih dengan perolehan 44.402 suara sah, sedangkan Harun Masiku hanya meraih 5.878 suara.

Hasto lantas menginstruksikan Donny dan Saeful untuk mencari cara agar Harun tetap bisa menjadi anggota DPR, sesuai keputusan partai.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. <b>(Ntvnews/Alber)</b> Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. (Ntvnews/Alber)

Pada 5 Agustus 2019, DPP PDI Perjuangan mengirim surat kepada KPU terkait Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 57P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019. Surat itu berisi permintaan agar suara calon yang telah meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dialihkan kepada Harun Masiku.

Namun, KPU menolak permintaan tersebut melalui surat tertanggal 26 Agustus 2019 dengan alasan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada 25 September 2019, bertempat di Hotel Shangri-La Orchard Singapura, Saeful bertemu dengan Riezky untuk menyampaikan perintah dari Hasto agar ia mengundurkan diri sebagai Caleg Terpilih Dapil Sumsel I.

"Atas permintaan terdakwa tersebut, Riezky menolaknya," ucap JPU.

Dua hari kemudian, pada 27 September 2019, JPU menyebutkan bahwa Hasto kembali memanggil Riezky ke Kantor DPP PDI Perjuangan dan meminta pengunduran dirinya, serta menahan surat undangan pelantikannya. Meski demikian, Riezky tetap menolak.

Setelah pelantikan seluruh Calon Anggota DPR Terpilih pada 1 Oktober 2019, termasuk Riezky, upaya untuk mengangkat Harun Masiku sebagai anggota DPR masih berlanjut.

Pada 5 Desember 2019, Saeful bertanya kepada mantan narapidana kasus suap PAW, Agustiani Tio Fridelina, mengenai biaya operasional yang dibutuhkan Wahyu untuk meloloskan pergantian Anggota DPR dari Riezky ke Harun.

Agustiani pun menyampaikan bahwa Saeful telah menyiapkan dana operasional sebesar Rp750 juta untuk Wahyu. Namun, Wahyu meminta jumlah yang lebih besar, yakni Rp1 miliar.

"Saeful pun melaporkan permintaan Wahyu tersebut kepada terdakwa dan terdakwa menyetujuinya," ungkap JPU.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. <b>(Ntvnews/Rizki)</b> Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025. (Ntvnews/Rizki)

Pada 17 Desember 2019, Wahyu dan Agustiani bertemu dengan Saeful di Mal Pejaten Village untuk membahas permohonan bantuan tersebut. Setelah pembicaraan, Saeful menyerahkan uang muka operasional sebesar 19 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp200 juta kepada Agustiani, yang kemudian diberikan kepada Wahyu.

Dari jumlah itu, Wahyu mengambil 15 ribu dolar Singapura, sementara sisanya, 4 ribu dolar Singapura, ditahan oleh Agustiani.

Pada 26 Desember 2019, di Plaza Indonesia, Saeful kembali menyerahkan uang sebesar 38.350 dolar Singapura atau setara Rp400 juta kepada Agustiani untuk Wahyu. Namun, atas perintah Wahyu, uang itu belum langsung digunakan.

Kemudian, pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani untuk meminta transfer dana Rp50 juta guna mengganti biaya pertemuan dengan Donny dan Saeful.

"Sebelum mengirimkan uang itu, Wahyu dan Agustiani serta Saeful dan Donny diamankan petugas KPK berikut uang sejumlah 38.350 dolar Singapura dari Agustiani," ucap JPU.

(Sumber: Antara)

x|close