2 Eks Anggota Polda Sumut Jadi Tersangka Pemerasan Dana Anggaran Khusus SMKN

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 19 Mar 2025, 11:44
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo berbicara dengan awak media di Gedung Bareskrim Polri. Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo berbicara dengan awak media di Gedung Bareskrim Polri. (Antara)


Ntvnews.id, Jakarta - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menetapkan dua mantan anggota Polda Sumatera Utara sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN).

Kepala Kortastipidkor Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo, mengungkapkan bahwa salah satu tersangka adalah Kompol R (Ramli), yang sebelumnya menjabat sebagai Ps Kasubdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut.

“Itu sudah kita tetapkan tersangka dan yang bersangkutan telah melakukan upaya perlawanan hukum praperadilan atas penetapan tersangkanya,” kata dia kepada wartawan di Jakarta yang dikutip pada Rabu, 19 Maret 2025. 

Tersangka kedua adalah Brigadir BSP, yang sebelumnya bertugas sebagai penyidik pembantu di Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut. 

Baca juga: Mendikdasmen Abdul Mu'ti Sebut Tak Ada Kendala Dalam Implementasi SPMB

Menurut Cahyono, kedua tersangka telah dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau resmi dipecat dari kepolisian.

“Setelah PTDH, kami tetapkan tersangka dan langsung kami tahan di Rutan Bareskrim Polri,” ujarnya.

Irjen Pol. Cahyono mengungkapkan bahwa kedua tersangka diduga secara bersama-sama menekan kepala sekolah SMKN di Sumut agar menyerahkan bagian dari proyek DAK demi keuntungan pribadi atau pihak lain.

Menurutnya, tersangka BSP dan tim meminta jatah proyek DAK fisik dari Dinas Pendidikan Sumut serta kepala sekolah SMKN yang menerima dana tersebut.

“Yang tidak mau diminta pekerjaannya, dua orang tersangka ini pakai kewenangan yang dimilikinya untuk mengundang yang kepala sekolah,” katanya.

Kepala sekolah yang menolak permintaan itu mendapat surat aduan masyarakat (dumas) fiktif terkait dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), yang dibuat seolah-olah berasal dari masyarakat.

Namun, ketika para kepala sekolah dipanggil, ternyata mereka tidak adanya periksaan terkait dana BOSP. Sebaliknya, mereka justru diminta mengalihkan pekerjaan proyek. Jika tetap menolak, mereka dipaksa untuk menyerahkan bayaran kepada tersangka R sebesar 20% dari total anggaran.

Sebanyak 12 kepala sekolah SMKN di Sumut telah menyerahkan fee kepada tersangka BSP dan tim dengan total mencapai Rp4,7 miliar. Salah satu barang bukti yang disita dalam kasus ini adalah uang tunai Rp400 juta yang ditemukan di dalam mobil tersangka R. 

Baca juga: Kemendikdasmen Rilis Rapor Pendidikan 2022-2024: Capaian Literasi dan Numerasi Meningkat, Ketimpangan Masih Jadi PR

“Pada saat kami mau melakukan upaya paksa penangkapan tersangka, mobilnya ada di bengkel dan di bengkel itu ada duitnya. (Barang bukti uang, red.) di dalam tas koper,” ucapnya.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, jenderal bintang dua tersebut juga mengungkapkan kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini.

“Ada, nanti kalau ada kami update. Yang pihak swastanya ada juga,” ucapnya. 

(Sumber: Antara)

x|close