Ntvnews.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengungkapkan bahwa dirinya pernah mendapat ancaman akan dijadikan tersangka dan ditangkap jika partainya tetap melakukan pemecatan terhadap Joko Widodo atau Jokowi.
"Ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan (terhadap Jokowi), atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," ujar Hasto saat menyampaikan nota keberatan atau eksepsi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.
Menurut Hasto, tekanan tersebut terjadi dalam periode 4–15 Desember 2024, menjelang keputusan DPP PDI Perjuangan untuk memecat Jokowi setelah menerima laporan dari Badan Kehormatan Partai.
Kemudian, satu minggu setelah keputusan pemecatan tersebut, tepatnya pada 24 Desember 2024, Hasto ditetapkan sebagai tersangka.
Ia menekankan bahwa penetapan status tersangka itu bertepatan dengan malam Natal, saat dirinya tengah bersiap merayakan Misa Natal setelah hampir lima tahun tidak bisa merayakannya bersama keluarga secara lengkap.
Hasto menilai bahwa tekanan serupa juga pernah dialami oleh partai politik lain. Menurutnya, ada upaya menggunakan hukum sebagai alat untuk menggantikan pimpinan partai tertentu.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka dibarengi dengan berbagai manuver politik, seperti demonstrasi dari kelompok masyarakat yang tidak dikenal, pemasangan spanduk yang menyerang partai, serta upaya hukum untuk menggugat keabsahan kepemimpinan PDI Perjuangan.
"Bahkan, operasi politik terhadap saya sampai harus menggunakan lembaga survei untuk menggiring opini publik," tambahnya.
Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi Harun Masiku serta dugaan pemberian suap, Hasto didakwa telah menghalangi proses hukum yang melibatkan Harun Masiku dalam rentang waktu 2019–2024.
Ia diduga menginstruksikan penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan, anggota KPU periode 2017–2022.
Selain itu, Hasto juga disebut meminta ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel sebagai langkah antisipasi jika penyidik KPK melakukan upaya paksa.
Tak hanya terkait perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa bersama advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku Saeful Bahri, serta Harun Masiku, dalam dugaan pemberian suap kepada Wahyu Setiawan.
Suap tersebut diduga berjumlah 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta dan diberikan dalam kurun waktu 2019–2020. Tujuannya adalah agar Wahyu membantu agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih Dapil Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
Dengan dakwaan tersebut, Hasto berpotensi dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Sumber: Antara)