Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Sayed Mustafa Usab angkat bicara terkait polemik pro dan kontra revisi Undang-Undang (UU) TNI. Menurutnya, ada upaya sistematis untuk membelokkan persoalan dengan sentimen traumatik sejarah yaitu dengan kebangkitan dwifungsi ABRI.
Jebolan Akademi Militer Libya ini heran apa yang sebenarnya diperdebatkan. Menurutnya, hanya ada segelintir masyarakat, atau tokoh yang takut atau mendiskreditkan UUTNI hasil revisi. Sayed mengatakan, TNI yang ditempatkan di lembaga atau kementerian sipil dipastikan tidak membawa gerbong mereka.
"Penempatan TNI di lembaga sipil tentunya berdasarkan kemampuan dan kelayakan mereka. Kemarin saya dengar berita Panja revisi UU TNI meminta kepada anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil diminta mengundurkan diri dari jabatan TNI. Nah, itu kan bagus. Jadi kan tidak lagi kembali ke masa Orde Baru (Orba). Karena posisi TNI sekarang ingin membantu bagaimana pemerintah ini bisa berjalan dengan baik," ujar Sayed Mustafa, Minggu, 23 Maret 2025.
Dia mengakui, persoalan ada pada pemerintah. Walaupun 16 lembaga atau kementerian sipil, yang diajukan sebagai posisi yang dapat diduduki oleh TNI, keputusan ada pada pemerintah. Sayed menegaskan, berdasarkan pengalamannya di militer, RUU TNI ini tak lepas dari kewajiban TNI sebagai wakil negara dan mengayomi negara.
"Ini bukan dari TNI-nya, TNI hanya mengajukan saja. Diterima, lanjut, tidak diterima, kembali lagi. Menurut saya tempat-tempat yang mereka duduki, bukan tempat strategis juga yang dilemparkan di luar daripada ranah teknik itu. Sifatnya hanya membantu kekuatan pemerintah untuk menyelesaikan masalah," jelas Sayed.
Sayed mengatakan, di daerahnya Aceh tidak terpengaruh dengan isu yang saat ini dibangun yang mengatasnamakan bangkitnya dwifungsi ABRI. Sebab, kata dia, bagaimana pun TNI adalah warga negara Indonesia yang berhak menduduki lembaga sipil walaupun ada aturan-aturan yang sudah ada aturannya.
Dia mengakui sebagai mantan orang yang berseberangan dengan pemerintah pada saat itu, tak terpengaruh dengan hal-hal yang mendiskreditkan upaya pemerintah dalam memajukan sebuah negara melalui aturan-aturan yang ditentukan.
"Sayalah orang yang memformulasi damai antara GAM dan pemerintah Indonesia. Saya di pihak GAM pihak penguasa waktu itu Bapak Jusuf Kalla. Pemikiran pemberontakan seperti dulu sudah tamat. Cuma apa yang kita mau itu adalah kesejahteraan yang sama di Aceh dengan di Papua, dengan di Ambon, di mana-mana, di Nusa, semua orang itu minta kesejahteraan. Tidak ada manusia yang minta kesusahan," terangnya.
Dia juga menyoroti adanya upaya segelintir elemen yang merongrong seolah UU TNI atau revisi undang-undang TNI ini adalah sebuah blunder. Disahkannya UU TNI sendiri, menurut Sayed lantaran sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan perkembangan pemerintah saat ini.
"Jadi kalau kita tarik lagi ke belakang misalnya takut terjadi lagi dwifungsi. Dulu waktu dwifungsi pun, bagi saya tidak masalah. Masuk masa Orde Lama, tidak masalah. Malah dulu lebih ketat. Masyarakat itu lebih akur. Tidak seperti sekarang. Kalau sekarang kan sudah katakanlah reformasi ya, reformasi ini itu sama pak. Masyarakat bebas memang, tapi hancur-hancuran. Kita lihat di mana-mana. Ya kan? Di mana-mana kehidupan kita ini semakin berat," ungkapnya.
Dia menambahkan, tidak ada yang salah dengan disahkannya UU TNI. Hal itu menurut Sayed sebuah keharusan bagi semua pihak. Hadirnya polemik adalah hal yang wajar dalam aturan baru. Dia turut menyayangkan, proses penolakan atau protes beberapa elemen terkait hal itu disebut lambat.
"Mungkin ini belum berjalan soalnya. Nanti kalau sudah oh begini toh hasilnya kan belum nih masih baru di ketok Palu belum jalan. Harusnya protesnya waktu jalan. Ya kan? Ya kan kita belum berangkat dan bilang itu ada bahaya. Karena kita belum tahu bahaya apa tidak. Mengingatkan itu boleh tapi jangan berlingar gitu," kata Sayed.
Sayed berharap semua pihak dapat meredam. Tidak ada lagi yang membuat onar di masyarakat. Dia juga mengecam beberapa tokoh yang mencoba menggiring opini seolah ada bahaya dibalik disahkannya UU TNI.
Eks Panglima GAM Sayed Mustafa Usab.
"Mari kita pikirkan bagaimana negara ini yang sedang apa namanya susah. Kita bantu-bantu porsi kita masing-masing. Jadi jangan lagi kita grogoti aturan yang sudah ada itu. Kalau nanti apa namanya dalam perjalanan itu ada semacam yang tidak suka, nanti bisa di-review kembali ke lembaga terkait. Kan ke sana ujungnya. Jadi enggak usah lagi gembar-gembor memprovokasi sehingga negara lagi susah ini tambah sakit," imbuhnya.
Sayed Mustafa mengajak semuah pihak mendukung upaya-upaya pemerintah untuk mewujudkan sebuah kemandirian bangsa dengan program yang disampaikan pemerintah sekarang.