Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghapus kebijakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Penyebabnya, adanya SKCK membuat mantan narapidana (napi) sulit mencari kerja setelah menghirup udara bebas.
Mabes Polri angkat bicara mengenai permintaan Pigai itu. Menurut Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, pihaknya akan melakukan kajian atas permintaan tersebut.
"Dan tentunya apa yang menjadi masukan dan sudah dikaji tersebut itu menjadi masukan bagi kami," ujar Trunoyudo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 24 Maret 2025.
Pihaknya telah memberikan penjelasan, terkait hadirnya kebijakan SKCK. Ini disampaikan menindaklanjuti permintaan penghapusan SKCK.
"Ketika itu dirasakan menghambat, tentu kita hanya memberikan suatu catatan-catatan. Karena SKCK adalah surat keterangan catatan dalam kejahatan atau kriminalitas," tuturnya.
Rekam ada-tidaknya tindak pidana seseorang, menurutnya bisa tercatat di kepolisian melalui SKCK. Karenanya, kata Trunoyudo, hadirnya SKCK bermanfaat guna meningkatkan keamanan di masyarakat.
"Ini tersimpan dalam satu catatan di kepolisian. Dimana manfaatnya ini juga dalam rangka meningkatkan keamanan dan tentu juga dalam pelayanan. Kemudian juga memudahkan proses dalam pengetahuan dan juga membantu dalam pengawasan dan pengendalian keamanan," jelas dia.
Kebijakan SKCK sendiri, diatur dalam regulasi. Ini diatur pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, pasal 15 ayat 1 huruf K tentang Polri, dan Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023.
Walau demikian, kata dia apabila masukan yang disampaikan dinilai demi kebaikan, Polri akan mengkaji penghapusan SKCK.
"Tentu apabila itu masukan secara konstruktif kami juga akan menghargai dan akan menjadi bagian untuk meningkatkan pelayanan kepada seluruh elemen masyarakat," tandas Trunoyudo.