KPK: Penegak Hukum dan ASN Minta THR ke Warga Termasuk Pungli

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 26 Mar 2025, 12:17
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Gedung KPK. (Antara) Gedung KPK. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Wardiana, menegaskan bahwa permintaan uang dengan dalih tunjangan hari raya (THR) oleh aparatur sipil negara (ASN) maupun aparat penegak hukum (APH) tergolong sebagai pungutan liar (pungli).

"Aparat pemerintah baik ASN maupun APH sudah menerima THR sesuai ketentuan yang berlaku sebagai pegawai pemerintah, sehingga tidak boleh lagi meminta THR kepada masyarakat atau perusahaan. Kalau ada, itu bukan THR tapi bisa disebut sebagai pungutan liar (pungli)," kata Wawan saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 25 Maret 2025.

Wawan Wardiana menegaskan bahwa jika praktik semacam ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan individu yang terlibat akan melakukan tindak pidana korupsi dalam bentuk pemerasan. Biasanya, permintaan tersebut disertai janji kemudahan dan keamanan dalam menjalankan usaha di lingkungan tertentu.

Baca juga: Cak Imin Sentil Ormas Minta THR Jelang Lebaran: THR Berlaku Untuk yang Bekerja

Menurutnya, pungutan liar atau pemerasan yang marak terjadi menjelang Lebaran disebabkan oleh kurangnya penerapan nilai-nilai antikorupsi, seperti kesederhanaan dan kerja keras, di kalangan oknum aparat. Sebaliknya, yang muncul justru sikap serakah, dengan keinginan memperoleh keuntungan lebih melalui cara yang tidak sesuai aturan.

Tunjangan Hari Raya (THR) sendiri merupakan bentuk apresiasi yang diberikan perusahaan kepada pegawai di luar gaji atau upah bulanan. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban bagi perusahaan atau pengusaha untuk memberikan THR kepada pihak lain di luar pegawainya. 

"Kalaupun ada, hal itu sebatas pemberian saja di luar THR, apakah sebagai bentuk sedekah, atau pemberian bantuan lainnya," ujarnya.

Wawan Wardiana mengimbau masyarakat yang mengalami atau menyaksikan praktik tersebut untuk segera melaporkannya kepada inspektorat pemerintah setempat atau aparat penegak hukum terdekat.

Selain itu, laporan juga dapat disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kanal pengaduan, terutama jika pelaku merupakan pihak yang berada dalam kewenangan KPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Sumber: Antara) 

x|close