Kemhan soal Tugas TNI di Pertahanan Siber: Operasi yang Mengancam Kedaulatan Negara

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 27 Mar 2025, 16:59
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang. Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, menegaskan bahwa tugas pertahanan siber yang kini menjadi bagian dari TNI berdasarkan Undang-Undang TNI yang baru, tidak bertujuan untuk mengawasi masyarakat sipil.

Ia juga menyampaikan bahwa Kementerian Pertahanan menyadari pentingnya keberagaman pandangan dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, kritik terhadap instansi pertahanan maupun pemerintah dianggap sebagai bentuk kebebasan berpendapat yang wajar dan bagian dari dinamika demokrasi. 

"Yang dimaksudkan pertahanan siber ini lebih kepada operasi informasi dan disinformasi yang mengancam kedaulatan negara dan keselamatan bangsa," kata Frega di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2025.

Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir terhadap Undang-Undang TNI yang baru, karena tidak akan membatasi kebebasan berekspresi maupun hak untuk menyampaikan pendapat. Tugas pertahanan siber akan difokuskan pada isu-isu strategis dengan cakupan yang lebih luas. 

Baca juga: Pemecatan 2 Prajurit TNI AD di Kasus Penembakan Polisi Tunggu Hasil Persidangan

Menurutnya, saat ini terdapat upaya dari pihak eksternal yang bertujuan membentuk persepsi negatif melalui penyebaran misinformasi, disinformasi, hingga malinformasi.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa banyak negara telah mengadopsi sistem pertahanan siber dengan membentuk unit atau komando khusus. Sebagai contoh, militer Singapura bahkan telah memiliki angkatan siber tersendiri.

Ia juga menyoroti bahwa ancaman siber dapat berdampak serius terhadap kedaulatan dan keamanan negara. Serangan terhadap fasilitas data nasional, misalnya, berpotensi mengganggu sektor-sektor vital seperti energi dan transportasi, yang memiliki dampak luas secara nasional. 

"Dan ini tentunya membutuhkan juga kontribusi yang lebih luas, sehingga tentunya nanti Kemhan maupun TNI akan bersinergi dan berkolaborasi dengan stakeholder yang sudah ada, seperti BSSN, Komdigi, Polri," katanya.

Undang-Undang TNI yang baru telah menambah jumlah kategori operasi militer selain perang (OMSP) dari sebelumnya 14 menjadi 16 kategori. Dua kategori tambahan tersebut mencakup upaya penanggulangan ancaman siber serta bantuan dalam penyelamatan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

(Sumber: Antara) 

x|close