Ntvnews.id, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa gempa berkekuatan 7,6 magnitudo yang mengguncang Mandalay, Myanmar, Jumat, 28 Maret 2025 tidak memberikan dampak terhadap wilayah Indonesia.
Gempa yang terjadi pada Jumat siang waktu setempat itu menyebabkan guncangan kuat yang mengakibatkan kerusakan hingga ke Bangkok, Thailand.
Direktur Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa berdasarkan sistem monitoring nasional, gempa tersebut terjadi pada pukul 13.20 WIB. Episenter gempa terletak di koordinat 21,76° LU dan 95,83° BT, dengan kedalaman 10 kilometer.
Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempa ini termasuk gempa dangkal yang dipicu oleh aktivitas Sesar Besar Sagaing, dengan mekanisme sesar geser (strike-slip).
Dampak di Myanmar dan Thailand
Guncangan gempa ini terasa kuat di Kota Mandalay, Myanmar, serta beberapa wilayah di Thailand. Otoritas Bangkok melaporkan bahwa satu orang meninggal dunia dan 43 lainnya mengalami luka-luka akibat runtuhnya sebuah bangunan bertingkat.
BMKG juga mencatat bahwa hingga pukul 15.28 WIB, telah terjadi tiga gempa susulan dengan magnitudo terbesar mencapai 6,6 dan yang terkecil 4,6. Meskipun demikian, BMKG memastikan bahwa gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami dan tidak berdampak pada aktivitas kegempaan di Indonesia.
"Gempa bumi Myanmar Mw7,6 ini juga tidak mempengaruhi kegempaan di wilayah Indonesia," kata Daryono.
Koordinasi Pemerintah dan Imbauan BMKG
Menurut informasi dari grup diskusi jurnalis gempa BMKG, Pemerintah Indonesia melalui KBRI di Bangkok terus melakukan koordinasi untuk memastikan keselamatan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di daerah terdampak.
BMKG juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah percaya pada informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Fenomena Efek Vibrasi Periode Panjang
Daryono menyoroti fenomena efek vibrasi periode panjang (Long Vibration Period) sebagai penyebab utama kerusakan di Bangkok, meskipun jarak kota tersebut cukup jauh dari pusat gempa di Myanmar.
Menurutnya, gelombang gempa dari sumber yang jauh dapat berinteraksi dengan tanah lunak, sehingga tanah dengan endapan sedimen tebal seperti di Bangkok akan merespons guncangan dengan membentuk resonansi yang bisa merusak gedung-gedung tinggi.
Ia memberikan contoh kasus serupa yang terjadi pada tahun 1985, ketika gempa berkekuatan 8,1 magnitudo mengguncang zona subduksi Cocos di pantai Michoacan, Meksiko. Meskipun pusat gempa berjarak 350 kilometer dari Kota Meksiko, dampak yang ditimbulkan tetap parah.
"Sebagian besar dari 9.500 korban meninggal terjadi di Meksiko yang dibangun dari rawa yang direklamasi," ujarnya.
(Sumber: Antara)