Ntvnews.id, Washington DC - Kerumunan besar memenuhi jalanan di sejumlah kota utama di Amerika Serikat (AS). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap berbagai kebijakan yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
Dikutip dari AFP, Senin 7 April 2025, puluhan ribu orang turun ke jalan dalam unjuk rasa tersebut. Ini menjadi salah satu demonstrasi terbesar sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden dan menduduki Gedung Putih.
Para pengunjuk rasa menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan Trump, mulai dari pengurangan pegawai pemerintah, tarif perdagangan, hingga isu pengurangan kebebasan sipil. Aksi berlangsung di berbagai kota seperti Washington, New York, Houston, Florida, Colorado, dan Los Angeles pada Sabtu, 5 April 2025 waktu setempat.
"Saya sangat marah, saya sangat marah, sepanjang waktu, ya. Sekelompok pemerkosa kulit putih yang memiliki hak istimewa mengendalikan negara kita. Itu tidak bagus," ujar seorang pelukis bernama Shaina Kesner di New York yang turut hadir dalam kerumunan massa di kawasan Manhattan.
Baca Juga: Indonesia Siapkan Langkah Strategis Respons Tarif Resiprokal Amerika Serikat
Di ibu kota, Washington, ribuan orang -- banyak yang datang dari berbagai negara bagian -- berkumpul di National Mall. Di sana, puluhan pembicara menyerukan aksi perlawanan terhadap kepemimpinan Trump.
"Kami memiliki sekitar 100 orang yang datang dengan bus dan van dari New Hampshire untuk memprotes pemerintahan yang keterlaluan ini (yang) menyebabkan kita kehilangan sekutu di seluruh dunia, dan menyebabkan kehancuran bagi orang-orang di sini di tanah air," kata Diane Kolifrath (64), seorang pemandu wisata sepeda.
"Mereka menghancurkan pemerintahan kita," lanjutnya.
Dalam unjuk rasa di Los Angeles, seorang perempuan mengenakan kostum seperti karakter dari novel distopia The Handmaid’s Tale sambil mengibarkan bendera besar bertuliskan: "Keluar dari rahimku," yang menyindir kebijakan anti-aborsi Trump.
Sementara itu di Denver, Colorado, seorang peserta demo membawa papan bertuliskan "Tidak ada raja untuk AS."
Baca Juga: Jenazah Ray Sahetapy Dimakamkan Setelah Kedatangan Surya dari Amerika
Gelombang protes ini bahkan meluas ke beberapa ibu kota negara Eropa, di mana warga juga menyatakan penolakan terhadap Trump dan pendekatan agresifnya dalam kebijakan perdagangan.
"Apa yang terjadi di Amerika adalah masalah semua orang," ujar Liz Chamberlin, seorang warga keturunan AS-Inggris kepada AFP saat mengikuti aksi di London, Inggris.
"Itu kegilaan ekonomi... Dia akan mendorong kita ke dalam resesi global," tambahnya.
Di Berlin, Jerman, seorang pensiunan berusia 70 tahun, Susanne Fest menyampaikan bahwa Trump telah menciptakan "krisis konstitusional," sambil menambahkan, "Orang itu gila."
Kebijakan Trump
Sejumlah kebijakan yang dikeluarkan Trump telah memicu reaksi keras. Salah satunya adalah tarif sebesar 32% untuk produk asal Indonesia yang masuk ke pasar AS.
Kebijakan tarif itu didasarkan pada klaim Trump bahwa Indonesia mengenakan tarif sebesar 64% terhadap produk asal AS. Mengutip situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025), Trump menyebut tarif Indonesia atas produk etanol asal AS sebesar 30%, jauh lebih tinggi dibandingkan tarif AS untuk produk serupa, yaitu 2,5%.
Trump juga mengkritik sejumlah kebijakan nontarif dari pemerintah Indonesia. Ia menyoroti implementasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), perizinan impor yang dianggap rumit, serta kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mewajibkan perusahaan sumber daya alam menyimpan devisa ekspor di bank domestik.
"Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih," ujar Trump.
Selain tarif impor, kebijakan lain dari Trump yang menuai perhatian termasuk rencana deportasi massal dan penggunaan perintah eksekutif tanpa perlu persetujuan Kongres. Kebijakan-kebijakan tersebut menjadi topik hangat di dalam maupun luar negeri.