Ntvnews.id
Pertemuan bilateral ini akan membahas sejumlah isu penting, termasuk kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Presiden Trump terhadap produk asal Israel, perkembangan negosiasi pembebasan sandera dengan kelompok Hamas, potensi eskalasi ketegangan antara Israel dan Turki di Suriah, serta kolaborasi strategis untuk menghadapi ancaman dari Iran dan jaringan proksinya.
Pada Rabu, 2 April 2025, Trump secara resmi mengumumkan tarif sebesar 17 persen terhadap barang impor dari Israel. Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan "tarif timbal balik" yang diberlakukan terhadap seluruh mitra dagang utama Amerika Serikat.
Baca juga: 50 Negara Desak Trump Tinjau Ulang Kebijakan Tarif
Menariknya, sehari sebelum pengumuman tersebut, Israel telah menghapus seluruh bea masuk terhadap produk dari Amerika Serikat. Namun, hal itu tidak menghentikan keputusan Trump untuk tetap mengenakan tarif kepada Israel.
Menurut perwakilan dagang AS, Amerika Serikat tetap menjadi mitra dagang utama Israel dengan total nilai perdagangan barang bilateral mencapai sekitar US$37 miliar (US$1 = Rp16.588) pada tahun 2024.
Sementara itu, di Jalur Gaza, upaya untuk melanjutkan kesepakatan gencatan senjata bertahap antara Israel dan Hamas mengalami kebuntuan sejak 18 Maret, setelah Israel memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap berikutnya dan kembali melancarkan serangan udara serta darat.
Hamas diketahui menyandera 251 orang dalam serangannya ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023. Berdasarkan data pemerintah Israel, sekitar 59 sandera masih berada di Gaza, dan 35 di antaranya diduga telah meninggal dunia.
Hingga kini, berbagai upaya mediasi yang digalang oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat belum berhasil mencapai kemajuan berarti dalam negosiasi pembebasan sandera maupun perjanjian gencatan senjata.
(Sumber: Antara)