Ntvnews.id, Jakarta - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Mangapul, mengklaim vonis bebas atas kasus terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, dijatuhkan secara objektif oleh dirinya bersama dua hakim lainnya.
Mangapul menegaskan, putusan tersebut berdasarkan fakta persidangan yang tidak menunjukkan adanya kesalahan Ronald Tannur atas wafatnya Dini Sera.
"Setelah kami perhatikan dari sidang perdana sampai pemeriksaan terdakwa kasus Ronald Tannur, kami sependapat untuk menyatakan bahwa terdakwa itu tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan," ujar Mangapul dalam sidang pemeriksaan saksi mahkota di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 8 April 2025.
Atas itu, ia merasa bingung dengan viralnya video yang menampilkan adanya pelindasan Dini oleh mobil Ronald di media sosial maupun berita media massa.
Mangapul mengaku baru mengetahui video viral tersebut setelah putusan bebas terhadap Ronald dibacakan.
"Yang saya bingung, kok video ini di persidangan tidak ada. Makanya, saya kaget juga kenapa jadi bermasalah putusan kami waktu itu," kata dia.
Di samping itu, dia mengaku tidak ada arahan dari siapa pun untuk membebaskan Ronald dalam kasus tersebut, baik dari keluarga, pengacara, maupun hakim lainnya.
Walau begitu, Mangapul tak membantah telah menerima uang dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, setelah vonis bebas tersebut.
Mangapul menjadi saksi mahkota atau saksi sekaligus terdakwa, dalam sidang kasus dugaan suap atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, pada tahun 2024 dan gratifikasi, yang menyeret tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya.
Tiga orang hakim nonaktif itu, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, serta Mangapul. Ketiganya didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar.
Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308.000 dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900.00).
Di samping suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Adapun perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.