Menilik Kasus Dosen Terkenal AS Masuk Penjara Usai Hina Raja Thailand

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 10 Apr 2025, 05:50
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Raja Maha Vajiralongkorn atau Raja Thailand Raja Maha Vajiralongkorn atau Raja Thailand (Istimewa)

Ntvnews.id, Bangkok - Seorang akademisi asal Amerika Serikat yang menetap di Thailand ditahan pada Selasa, 8 April 2025, karena diduga menghina institusi kerajaan.

Dilansir dari BBC, Kamis, 10 APril 2025, Paul Chambers, akademisi yang mengajar ilmu politik di Universitas Naresuan, wilayah utara Thailand, sebelumnya mendatangi kantor polisi di Provinsi Phitsanulok, sekitar 360 kilometer dari Bangkok, untuk memenuhi panggilan terkait tuduhan terhadapnya.

Pihak kepolisian memanggil Chambers pekan lalu untuk menyampaikan dakwaan resmi setelah menerima laporan dari Angkatan Darat Thailand.

Tuduhan terhadap Chambers

Seorang polisi dari Phitsanulok, yang tak ingin disebutkan namanya, membenarkan bahwa Chambers datang untuk menerima dua dakwaan: penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap monarki, serta pelanggaran undang-undang kejahatan siber karena aktivitasnya di internet.

Setelah itu, Chambers dibawa ke Pengadilan Provinsi Phitsanulok untuk menjalani sidang penahanan sebelum persidangan, menurut keterangan dari organisasi Pengacara Thailand untuk Hak Asasi Manusia (TLHR).

Baca Juga: Thailand Bakal Tetap Adakan Festival Air Songkran

Pengacara TLHR, Wannaphat Jenroumjit, menyatakan bahwa tuduhan tersebut berkaitan dengan partisipasi Chambers dalam sebuah seminar daring di mana ia menjadi pembicara. Chambers menolak seluruh tuduhan tersebut.

TLHR juga menyebutkan bahwa permohonan jaminan untuk Chambers telah ditolak. Jadwal sidang berikutnya belum ditentukan.

Tentang hukum 'lèse-majeste' di Thailand

Thailand dikenal memiliki aturan yang sangat ketat untuk melindungi keluarga kerajaan dari kritik atau pencemaran nama baik.

Berdasarkan Pasal 112 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Thailand, siapa pun yang terbukti menghina, mencemarkan nama baik, atau mengancam raja, ratu, atau ahli warisnya, dapat dijatuhi hukuman penjara antara tiga hingga lima belas tahun.

Baca Juga: ASEAN Siap Bantu Pemulihan Pasca Gempa Myanmar-Thailand

Aturan ini semakin sering diterapkan dalam beberapa tahun terakhir, terutama terhadap para peserta protes pro-demokrasi dan kelompok anti-monarki yang muncul sejak tahun 2020.

Sejak saat itu, menurut TLHR, sekitar 279 individu telah dituntut dengan tuduhan lèse-majeste.

Beberapa tokoh penting dari gerakan protes telah dipenjara, namun kasus terhadap warga negara asing berdasarkan Pasal 112 masih tergolong langka.

Organisasi Human Rights Watch menyebut bahwa pemerintah Thailand kerap kali "membatasi hak-hak dasar — terutama kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai — dengan menggunakan undang-undang penghinaan terhadap monarki, pasal hasutan, dan undang-undang kejahatan siber."

Chambers, yang telah lama bermukim di Thailand, dikenal sebagai seorang pakar yang mempelajari peran militer dalam politik Thailand — kekuatan yang memiliki pengaruh besar dalam lanskap politik negara itu.

Sejak Thailand menjadi monarki konstitusional pada tahun 1932, militer telah melakukan 13 kali kudeta, termasuk satu pada tahun 2014.

x|close