KPK: Perlu Diskusi Mendalam Bahas Wacana Pemiskinan Keluarga Koruptor

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 10 Apr 2025, 12:06
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto berikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa wacana mengenai pemiskinan keluarga pelaku korupsi memerlukan kajian dan diskusi yang mendalam.

Pernyataan tersebut disampaikan Tessa saat menanggapi pertanyaan jurnalis terkait respons KPK terhadap pernyataan Presiden Prabowo Subianto.

“Tentu perlu ada diskusi lebih lanjut, tetapi secara umum KPK mendukung Presiden Prabowo dalam rangka pemiskinan koruptor,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 9 April 2025.

Tessa menegaskan bahwa pembahasan soal pemiskinan tidak seharusnya serta-merta menyentuh keluarga pelaku korupsi tanpa melihat situasi dan konteks yang ada.

“Apabila ada hal-hal yang dinikmati oleh keluarga dan diketahui secara nyata, ada mekanisme di Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU), di pasal 5, kalau saya tidak salah,” ujarnya.

Pasal 5 UU TPPU berbunyi: “Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Namun, ketentuan tersebut kini telah dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Baca juga: Prabowo Tak Sepakat Koruptor Dihukum Mati, Yusril: Itu Sesuai Hukum Positif

Pasal 607 ayat (1) huruf c UU KUHP berbunyi: “Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak kategori VI.”

Lebih lanjut, Tessa menambahkan bahwa kebijakan pemiskinan terhadap koruptor semestinya memiliki payung hukum yang jelas. Ia menekankan bahwa langkah tersebut telah lama diharapkan, baik oleh KPK maupun masyarakat luas.

“Undang-undangnya seperti apa nanti bentuknya? Kita juga perlu ada pembahasan para penegak hukum dalam hal ini dari sisi yudikatif, lalu dari sisi eksekutif, dan tentunya legislatif. Namun, secara nilai, KPK mendukung pemiskinan koruptor,” jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam wawancara eksklusif bersama enam jurnalis di kediamannya di Hambalang, Jawa Barat, pada Minggu 6 April 2025, menyatakan bahwa aset milik para koruptor seharusnya dapat disita oleh negara.

“Jadi, kerugian negara yang dia timbulkan ya harus dikembalikan, makanya aset-aset pantas kalau negara itu menyita,” ujarnya.

Namun, Presiden mengingatkan bahwa kebijakan terhadap keluarga pelaku korupsi harus dilaksanakan secara adil dan bijaksana.

“Kita juga harus adil kepada anak dan istrinya (koruptor). Kalau ada aset yang sudah milik dia, sebelum dia menjabat, ya nanti para ahli hukum suruh bahas apakah adil anaknya menderita juga gitu? Karena dosa orang tua sebetulnya kan tidak boleh diturunkan ke anaknya,” jelas Presiden. 

(Sumber: Antara)

x|close