Ntvnews.id
Ia menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip dasar layanan kesehatan yang seharusnya aman, berkualitas, dan berlandaskan etika, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 56 ayat (1), Pasal 63 ayat (1), serta Pasal 146 hingga 147.
"Kasus ini mencerminkan kegagalan dalam sistem pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan, dan perlu ditanggapi secara menyeluruh dan sistemik," ujar Nihayatul saat memberikan keterangan di Jakarta, Kamis, 10 April 2025.
Komisi IX DPR RI pun meminta agar Kementerian Kesehatan bersama Konsil Kedokteran Indonesia segera mengambil langkah evaluatif serta menjatuhkan sanksi disipliner terhadap tenaga medis yang terlibat dalam insiden tersebut.
Baca juga: Keluarga Pasien Diperkosa di RS, DPR: Jangan Sampai Dokter Mesum Itu Praktik!
Ia juga menekankan bahwa Universitas Padjadjaran (Unpad) serta RSHS Bandung perlu memperkuat sistem pelaporan kekerasan, perlindungan terhadap korban, dan pengawasan terhadap peserta PPDS agar insiden serupa tidak terulang.
Di samping itu, Kementerian Kesehatan diminta memberikan pendampingan menyeluruh kepada korban, baik secara psikologis, hukum, maupun medis, sebagai bentuk pemulihan hak-hak korban sesuai amanat Pasal 55 dan 64 dalam Undang-Undang Kesehatan.
Lebih lanjut, Nihayatul mendorong agar gelar kedokteran pelaku dicabut sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan tidak bermoral tersebut.
Sebelumnya, Polda Jawa Barat telah menetapkan seorang dokter PPDS dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran berinisial PAP (31) sebagai tersangka dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di RSHS Bandung.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, aparat kepolisian menemukan indikasi penyimpangan perilaku seksual pada tersangka yang diduga telah melakukan pemerkosaan terhadap pendamping pasien.
(Sumber: Antara)