Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kasus suap vonis lepas korupsi persetujuan ekspor (PE) minyak mentah kelapa sawit (CPO) periode 2021-2022, terbongkar dari penyidikan kasus suap di Pengadilan Negeri Surabaya oleh Ronald Tannur.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, awalnya penyidik melakukan penggeledahan di lima lokasi di Jakarta, pada Jumat, 11 April 2025 malam.
Penggeledahan dilakukan terkait kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di PN Surabaya. Berdasarkan informasi yang dihimpun, penggeledahan itu masih berkaitan dengan suap vonis bebas Ronald Tannur.
"Dalam tindakan penggeledahan itu, penyidik menemukan adanya bukti, berupa dokumen dan uang yang mengarah pada dugaan adanya tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakarta Pusat," ujarnya dalam jumpa pers, Sabtu, 12 April 2025 malam.
Berbekal informasi tersebut, penyidik melakukan pengembangan hingga ditemukan bukti dugaan aliran suap dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara tersangka korporasi di kasus korupsi minyak.
Uang diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat melalui Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Muda pada PN Jakarta Pusat.
"Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara agar Majelis Hakim yang mengadili perkara itu memberikan putusan ontslag (putusan lepas)," tuturnya.
Dalam perkara itu, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
"Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan. Tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana," tuturnya.
Atas perbuatannya, Qohar mengatakan keempat pelaku pemberi suap dan penerima suap tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan.