Drama Ketua PN Jaksel: Harta, Tahta, dan Suap

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Apr 2025, 11:26
thumbnail-author
Ismoko Widjaya
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Petugas membawa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (tengah) menuju mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (12/4/2025). Petugas membawa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (tengah) menuju mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (12/4/2025). (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kalau biasanya drama persidangan itu terjadi di ruang sidang, kali ini dramanya malah bergulir di belakang layar — dan pemeran utamanya, bukan siapa-siapa, melainkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sendiri, Muhammad Arif Nuryanta. Duh, Pak Hakim, kenapa harus ikut-ikutan sinetron?

Pada Jumat, 12 April 2025, Kejaksaan Agung mengumumkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan resmi jadi tersangka kasus suap ekspor minyak sawit (CPO). Bahkan, bukan sekadar "tersangka," Pak Hakim ini sudah dikandangkan di Rutan Salemba cabang Kejagung.

Gelontoran uang suap yang diterima nilainya gak nanggung-nanggung: Rp60 miliar! Uang segunung itu kabarnya diberikan agar Arif bisa "mengatur" vonis dalam perkara ekspor CPO ilegal. Alias, ada pesanan "tolong bebasin yang bersangkutan, ya, Pak!"

Rp60 miliar! Kalau dibelikan gorengan, bisa buka cabang di seluruh Jabodetabek. Bahkan bisa jadi sponsor utama lomba 17 Agustusan kelurahan sekecamatan!

Tapi drama ini belum lengkap tanpa properti mewah ala film "Crazy Rich Asians." Kejagung juga menyita deretan mobil mewah milik para tersangka: Ferrari, Mercy, sampai mobil-mobil mahal lain yang kalau lewat di jalan, tukang parkir saja bisa deg-degan.

Barang bukti ini menandakan bahwa "bisnis vonis" ternyata jauh lebih menguntungkan ketimbang jualan skincare atau jadi selebgram.

Advokat Cantik Mantan Pengacara Anak Buah Sambo

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar (kedua kanan) <b>(Antara)</b> Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar (kedua kanan) (Antara)

Tidak hanya Pak Hakim, ternyata ada juga sosok advokat muda yang terseret, yaitu Marcella Santoso. Bagi para penggemar berita kriminal, nama ini mungkin familiar, karena sebelumnya Marcella pernah jadi pengacara kasus eks anak buah Sambo.

Sayangnya, kali ini Marcella bukan datang ke pengadilan untuk membela, tapi untuk diperiksa. Ia diduga berperan jadi perantara suap antara pengusaha minyak sawit dan Ketua PN Jaksel. Ibaratnya, jadi "kurir" spesial, tapi bukan paket dari marketplace, melainkan paket duit miliaran rupiah.

Muhammad Arif Nuryanta sendiri awalnya dikenal sebagai sosok cemerlang. Lulus dari fakultas hukum ternama dengan predikat cumlaude, kariernya melesat. Sampai akhirnya dipercaya menduduki kursi Ketua PN Jakarta Selatan, salah satu pengadilan bergengsi di Indonesia.

Sayangnya, karier yang dibangun dari idealisme itu kini luluh lantak, hanya karena godaan sebesar Rp60 miliar. Yah, mungkin bagi beliau, Rp60 miliar itu "cuma dikit," kayak cashback belanja online.

Padahal, kalau sabar sedikit, tinggal nunggu pensiun, nama baik tetap utuh, dapat pensiun pula. Tapi memang ya, pepatah lama itu benar adanya: "Harta, tahta, minyak sawit."

Marcella Santoso saat memakai baju tahanan. Marcella Santoso saat memakai baju tahanan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan suap senilai Rp60 miliar demi memuluskan vonis lepas (ontslag) dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tak hanya menyeret nama hakim dan advokat ternama, kasus ini juga membuka tabir kemewahan di balik praktik culas yang menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi hukum.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menyebut, jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus telah memeriksa secara mendalam setidaknya terhadap 12 orang dan sudah beberapa sudah dijadikan tersangka. 

"Dan juga perlu kami sampaikan bahwa penyidik juga hingga saat ini masih terus melakukan upaya-upaya berupa penggeledahan di berbagai tempat, di beberapa provinsi. Jadi penyidik saat ini sedang terus melakukan penggeledahan dan tentunya hasilnya akan kami sampaikan pada update pada waktu yang akan datang," terang Harli Siregar, Jumat pekan lalu. 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyatakan, penggeledahan dilakukan intensif pada Jumat, 11 April 2025 dan Sabtu, 12 April 2025, di Jakarta serta beberapa wilayah lain.

Kasus ini membuka pintu bagi operasi bersih-bersih di tubuh peradilan. Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah menegaskan, "Tidak ada ruang bagi mafia peradilan di negara ini!"

Wuih, kalau benar-benar bersih, mungkin nantinya dunia peradilan bisa sekilau motor baru di cuci steam.

Tapi netizen tentu tidak mau ketinggalan ikut komentar. Di media sosial, berbagai meme bermunculan: ada yang bikin gambar Pak Hakim mengenakan toga lengkap dengan borgol emas. Ada juga yang membuat parodi poster film: "The Judge and The Billionaire’s Oil.

Kreativitas netizen memang tidak ada matinya!

Hakim agam saat ditangkap Kejagung. Hakim agam saat ditangkap Kejagung.

Kisah Pak Hakim ini bukan cuma soal suap-menyuap. Ini adalah pelajaran besar: Integritas itu mahal harganya. Sekali dijual, sesal tak berujung. Beda dengan minyak goreng, sekali beli, besok bisa habis. Integritas? Sekali rusak, seumur hidup susah diperbaiki.

Kita tentu berharap, kejadian ini jadi cambuk buat semua pihak, terutama para pejabat hukum, untuk tetap berdiri tegak — walaupun digoda mobil mewah, duit cash, atau janji jalan-jalan keliling dunia.

Karena kalau tidak? Ya beginilah ujungnya: dari hakim yang seharusnya mengetuk palu keadilan, malah harus mengetuk pintu jeruji besi.

Pak Hakim Muhammad Arif kini harus menghadapi proses hukum seperti terdakwa biasa. Sementara masyarakat, sambil geleng-geleng kepala, cuma bisa berharap: semoga ke depan, hukum tidak lagi jadi bancakan para mafia.

Karena keadilan itu, sobat, harusnya kayak minyak goreng — bening, bersih, dan tidak bau amis!

x|close