Ntvnews.id, Singapura - Parlemen Singapura resmi dibubarkan pada Selasa, 15 April 2025 waktu setempat, sebagai langkah awal menuju pemilu nasional yang akan berlangsung dalam waktu dekat.
Dilansi dari AFP, Rabu, 16 APril 2025, Pemilu yang dijadwalkan pada 3 Mei mendatang dipandang sebagai momen krusial bagi Perdana Menteri (PM) Lawrence Wong, yang baru menjabat belum lama ini.
Lawrence Wong menggantikan Lee Hsien Loong — putra dari pendiri Singapura, Lee Kuan Yew — sebagai PM tahun lalu, menandai dimulainya era pemerintahan baru setelah dekade panjang dominasi keluarga Lee dalam politik negeri itu.
Dalam pernyataan resminya, pemerintah Singapura, seperti dikutip dari AFP pada Selasa, 15 APril 2025, menyampaikan bahwa pembubaran parlemen dilakukan berdasarkan saran PM Wong dan telah disetujui oleh Presiden Tharman Shanmugaratnam.
Baca Juga: Siap-siap, AC Milan Bakal Bertanding di Singapura
“Presiden Tharman Shanmugaratnam, atas rekomendasi Perdana Menteri Lawrence Wong, telah secara resmi membubarkan parlemen pada Selasa, 15 April 2025,” bunyi pengumuman tersebut.
Tahapan selanjutnya, yakni pencalonan anggota parlemen, akan dimulai pada 23 April. Sementara hari pemungutan suara dijadwalkan berlangsung pada 3 Mei, sesuai pengumuman terpisah dari Departemen Pemilu yang dikutip oleh Reuters dan Straits Times.
Dalam pemilu kali ini, sebanyak 97 kursi parlemen akan diperebutkan — meningkat empat kursi dibandingkan parlemen sebelumnya. Sebagian besar kursi tersebut berada dalam sistem voting kelompok, yang menurut kalangan oposisi cenderung menguntungkan Partai Aksi Rakyat (PAP), partai yang telah memimpin Singapura sejak tahun 1959.
Baca Juga: Singapura Keluarkan Kocek Ratusan Miliar untuk Bersihkan Toilet, Kok Bisa?
Pada pemilu 2020, Partai Buruh sebagai oposisi utama berhasil mencetak kejutan dengan memenangkan 10 dari 93 kursi yang tersedia. Untuk pemilu kali ini, banyak yang berharap partai tersebut mampu melanjutkan momentum tersebut dan meraih lebih banyak kursi.
Beberapa partai oposisi kecil juga diprediksi akan ambil bagian dalam kontestasi kali ini.
Pemilu tahun ini berlangsung di tengah ketegangan global akibat perang dagang yang digencarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mengguncang tatanan internasional — sesuatu yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi Singapura.
Kendati Trump hanya menetapkan tarif dasar 10 persen terhadap Singapura, negara tersebut sangat bergantung pada perdagangan global. Akibatnya, kebijakan tarif tinggi terhadap negara-negara lain tetap berisiko menekan perekonomian Singapura secara tidak langsung.