Ntvnews.id, Tokyo - Jumlah penduduk Jepang tercatat menurun menjadi 120,3 juta jiwa pada Oktober 2024.
Dilansir dari DW, Rabu, 16 April 2025, beberkan data resmi yang dirilis pada Senin, 14 April 2025, angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 898.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya — menjadi rekor penurunan terbesar sejauh ini.
Rendahnya angka kelahiran, yang termasuk terendah di dunia, berdampak serius terhadap berbagai sektor, mulai dari ketenagakerjaan, dunia usaha, hingga jumlah konsumen yang terus berkurang.
Penurunan Populasi di Luar Tokyo dan Saitama
Ini merupakan tahun ke-13 berturut-turut Jepang mengalami penurunan populasi warga negaranya (tidak termasuk warga asing). Menurut Kementerian Dalam Negeri, ini adalah penurunan tahunan terbesar sejak pengumpulan data sejenis dimulai pada 1950.
Jika memasukkan warga negara asing, total populasi Jepang menurun sebesar 550.000 jiwa, menjadi 123,8 juta orang. Ini mencatat penurunan populasi keseluruhan selama 14 tahun berturut-turut.
Baca Juga: Korea Selatan Ogah Gabung China dan Jepang Lawan Tarif Baru Trump
Dari seluruh prefektur di Jepang, hanya Tokyo dan Saitama yang mengalami pertumbuhan penduduk, sementara 45 prefektur lainnya justru mencatatkan penurunan. Prefektur Akita di wilayah utara Pulau Honshu menjadi daerah dengan penurunan tertajam.
Puncak jumlah penduduk Jepang terjadi pada tahun 2008. Sejak saat itu, tren penurunan terus berlanjut, terutama akibat angka kelahiran yang rendah.
Tantangan Sosial dan Ekonomi
Dalam konferensi pers, Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menjelaskan bahwa pemerintah tengah berupaya membantu pasangan muda yang merasa terbebani secara finansial untuk memiliki anak.
"Kami memahami bahwa penurunan angka kelahiran terus terjadi karena banyak pasangan belum mampu mewujudkan keinginan mereka untuk membesarkan anak." ujarnya.
Hayashi juga mengatakan bahwa pemerintah tengah berupaya meningkatkan pendapatan kaum muda, disertai dengan program dukungan pengasuhan anak.
Baca Juga: Pasca Liburan ke Jepang, Bupati Indamayu Lucky Hakim Diperiksa Inspektorat Jenderal Kemendagri
"Kami akan mendorong kebijakan menyeluruh agar tercipta masyarakat yang mendukung setiap individu yang ingin memiliki anak dan membesarkannya dalam kondisi yang aman dan nyaman," ujarnya.
Meski Jepang mulai mengandalkan tenaga kerja asing muda untuk menutup kekurangan tenaga kerja, kebijakan imigrasi tetap ketat, dengan izin kerja yang bersifat sementara bagi warga negara asing.
Pada 2023, Perdana Menteri Fumio Kishida menyampaikan bahwa pemerintah akan mengalokasikan sekitar 3,5 triliun yen (setara Rp414,75 triliun) setiap tahunnya guna mendukung program perawatan anak dan bantuan lainnya bagi para orangtua.