Kejagung: Tim Hukum Wilmar Suap Rp60 Miliar Demi Putusan Lepas

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Apr 2025, 10:57
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Hakim Ali Muhtarom saat ditangkap penyidik Kejagung. Hakim Ali Muhtarom saat ditangkap penyidik Kejagung.

Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung mengungkap bahwa MSY, salah satu anggota tim hukum dari PT Wilmar Group, diduga memberikan suap senilai Rp60 miliar untuk mempengaruhi hasil putusan lepas (ontslag) dalam perkara dugaan korupsi terkait fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

Abdul Qohar selaku Direktur Penyidikan di Jampidsus Kejagung menyampaikan bahwa praktik suap ini bermula dari pertemuan antara Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan advokat Ariyanto (AR), yang mewakili pihak korporasi dalam kasus korupsi ekspor CPO.

“Pada saat itu, Wahyu Gunawan (WG) menyampaikan agar perkara minyak goreng mentah (CPO) harus diurus. Jika tidak, putusannya bisa maksimal. Bahkan, melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 15 April 2025 malam.

Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta saat ditangkap Kejagung. Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta saat ditangkap Kejagung.

WG kemudian meminta AR untuk menyiapkan dana guna mengurus proses perkara tersebut. AR meneruskan permintaan itu kepada MS (Marcella Santoso), yang juga merupakan kuasa hukum pihak korporasi. Setelah mendapatkan informasi tersebut, MS menemui MSY, yang menjabat sebagai Head Social Security Legal di PT Wilmar Group, di sebuah restoran di wilayah Jakarta Selatan.

“Dalam pertemuan tersebut, MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dari WG yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya,” kata Qohar.

Sekitar dua minggu kemudian, WG kembali menghubungi AR untuk mendesak agar penanganan perkara segera dilakukan.

AR pun kembali menyampaikan hal itu kepada MS, dan MS selanjutnya kembali menjumpai MSY di tempat makan yang sama seperti sebelumnya.

Dalam pertemuan kedua itu, MSY menginformasikan bahwa perusahaan menyiapkan dana sebesar Rp20 miliar untuk kebutuhan pengurusan kasus.

Menindaklanjuti perkembangan tersebut, AR, WG, dan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, melakukan pertemuan di sebuah rumah makan di Jakarta Timur.

Dalam kesempatan itu, MAN menyatakan bahwa putusan bebas terhadap kasus korupsi CPO tidak memungkinkan, tetapi putusan lepas (ontslag) bisa diberikan. Ia pun mengusulkan agar nominal uang dinaikkan menjadi tiga kali lipat, dari Rp20 miliar menjadi Rp60 miliar.

Setelah kesepakatan tersebut, WG meminta AR agar segera menyiapkan dana senilai Rp60 miliar. Permintaan itu diteruskan oleh AR ke MS, lalu MS menyampaikan hal tersebut kepada MSY.

“MS menghubungi MSY dan dalam percakapan itu, MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam bentuk mata uang dolar AS ataupun dolar Singapura,” kata Qohar.

Tiga hari kemudian, MSY mengonfirmasi bahwa dana suap telah siap. AR kemudian menemui MSY di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, untuk menerima uang itu, yang kemudian diserahkan ke kediaman WG.

Setelah menerima dana tersebut, WG menyerahkannya kepada MAN. Dalam penyerahan itu, MAN memberikan uang tunai senilai 50.000 dolar AS kepada WG.

Atas keterlibatannya, MSY dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a junto Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka adalah WG (panitera muda PN Jakarta Utara), MS (advokat), AR (advokat), MAN (Ketua PN Jakarta Selatan), serta tiga hakim yaitu DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).

Putusan lepas (ontslag) dalam kasus ini dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat pada hari Rabu, 19 Maret.

Dalam putusan tersebut, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dinyatakan terbukti secara sah melakukan perbuatan yang didakwakan oleh jaksa, baik dalam dakwaan primer maupun subsider.

Namun begitu, majelis hakim yang terdiri dari DJU, ASB, dan AM memutuskan bahwa perbuatan para terdakwa tidak memenuhi unsur pidana (ontslag van alle rechtsvervolging), sehingga mereka dibebaskan dari tuntutan hukum.

Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung, ditemukan fakta bahwa tiga hakim yang menjatuhkan putusan lepas itu menerima sejumlah uang suap. Dana tersebut berasal dari MSY melalui MAN yang telah menerima dana sebesar Rp60 miliar. (Sumber: Antara)

x|close