Ntvnews.id, Lima - Pengadilan di Peru telah memutuskan hukuman 15 tahun penjara bagi mantan Presiden Ollanta Humala dan istrinya, menyusul dakwaan kasus korupsi. Kasus ini merupakan bagian dari skandal korupsi berskala global yang melibatkan perusahaan konstruksi asal Brasil, Odebrecht, yang diketahui menyuap sejumlah tokoh politik.
Dilansir dari AFP, Kamis, 17 April 2025, pengadilan menyatakan bahwa Humala, yang kini berusia 62 tahun, serta istrinya Nadine Heredia, terbukti melakukan pencucian uang karena menerima dana kampanye politik ilegal dari Odebrecht dan juga pemerintah Venezuela dalam dua pemilihan presiden sebelumnya.
Setelah pembacaan putusan, Humala langsung dibawa ke ruang tahanan di gedung pengadilan.
Baca Juga: KPK Panggil Tiga Saksi Kasus Dugaan Korupsi Kredit LPEI
Hakim Nayko Coronado memerintahkan agar Heredia ditangkap, lantaran ia tidak hadir dalam persidangan putusan. Berdasarkan laporan, Heredia saat ini sedang berusaha mencari suaka di Kedutaan Besar Brasil di Lima, ibu kota Peru.
Humala, yang sebelumnya menjabat sebagai perwira militer dan memimpin negara dari 2011 hingga 2016, kini tercatat sebagai mantan presiden pertama Peru yang diadili dalam kasus besar korupsi Odebrecht.
Selain dirinya, skandal ini juga melibatkan tiga mantan kepala negara lainnya. Salah satunya adalah Alan Garcia, yang sempat menjabat dua kali dan memilih mengakhiri hidupnya pada 2019 saat aparat datang untuk menangkapnya.
Mantan Presiden Alejandro Toledo, yang menjabat antara 2001 hingga 2006, dijatuhi vonis 20 tahun penjara pada tahun lalu setelah terbukti menerima suap dalam jumlah besar dari proyek pemerintah.
Sementara itu, proses penyelidikan masih berjalan terhadap mantan Presiden Pedro Pablo Kuczynski, yang menjabat dari 2016 hingga 2018. Dengan demikian, Kuczynski menjadi pemimpin keempat yang ikut terseret dalam skandal korupsi besar ini.
Dalam proses hukum tersebut, jaksa penuntut telah meminta agar Humala dihukum 20 tahun penjara dan Heredia selama 26 tahun karena diduga menerima dana ilegal dari Odebrecht sebesar US$ 3 juta untuk kepentingan kampanye politik tahun 2011.
Perusahaan Odebrecht sendiri dinilai sebagai pelaku utama dari salah satu jaringan suap lintas negara terbesar yang pernah terungkap.
Pada tahun 2016, perusahaan tersebut menyetujui untuk membayar denda senilai US$ 3,5 miliar kepada otoritas di Brasil, Amerika Serikat, dan Swiss sebagai akibat dari praktik suap senilai lebih dari US$ 788 juta yang diberikan kepada pejabat pemerintah dan pemimpin asing untuk memenangkan tender infrastruktur.
Di Peru, Odebrecht juga mengakui telah menyalurkan suap sekurangnya US$ 29 juta kepada sejumlah pejabat tinggi negara tersebut dalam rentang waktu 2005 hingga 2014.
Dalam perkara ini, pasangan Humala dan Heredia juga dituduh secara ilegal mengalihkan dana sebesar US$ 200.000 yang dikirimkan oleh mantan Presiden Venezuela Hugo Chavez untuk mendukung kampanye Humala yang gagal pada 2006. Heredia juga didakwa "menyembunyikan pembelian real-estate" yang dibiayai sebagian dari dana ilegal tersebut.
Baik Humala maupun Heredia secara konsisten membantah seluruh tuduhan. Pihak pengacara Humala telah menyampaikan bahwa kliennya berencana untuk mengajukan banding terhadap vonis yang dijatuhkan.