DPR Minta Hakim Jujur-Bermoral Tinggi yang Ditempatkan di Pengadilan Tipikor

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 17 Apr 2025, 16:32
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Hakim Djuyamto saat dipakaikan rompi tahanan. Hakim Djuyamto saat dipakaikan rompi tahanan.

Ntvnews.id, Jakarta - Empat hakim ditangkap karena diduga menerima suap dalam memutus perkara korupsi ekspor crude palm (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Mahkamah Agung (MA) menempatkan hakim-hakim yang memiliki integritas dan moralitas yang tinggi, di pengadilan negeri kelas 1a khusus.

Pengadilan negeri kelas 1a khusus sendiri, ialah pengadilan yang memiliki pengadilan khusus di dalamnya, seperti pengadilan niaga, tipikor, hubungan industrial, dan HAM.

"Kita mendorong pimpinan Mahkamah Agung untuk betul-betul mengevaluasi sistem penempatan-penempatan hakim di pengadilan kelas 1 khusus, yaitu pengadilan tindak pidana korupsi," ujar Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 17 April 2025.

"Kita mendorong hakim-hakim yang ditempatkan di situ adalah hakim-hakim yang berintegritas tinggi," imbuhnya.

Adapun cara menilai hakim mana yang memiliki integritas tinggi, kata Rudianto ialah dengan melihat rekam jejaknya. Jika hakim tersebut banyak diadukan selama bertugas, maka tak patut untuk bertugas di pengadilan negeri kelas 1a khusus.

"Bagaimana menilai itu? Cara penilaiannya minimal pengawasannya selama ini. Karena hakim-hakim yang banyak laporan, banyak aduan, jangan ditempatkan di pengadilan kelas 1 khusus," tuturnya.

Selain itu, kata Rudianto, cara menilai hakim juga bisa dilakukan dengan melihat putusan-putusan yang ia buat. Menurutnya, putusan hakim yang bermasalah bisa diperhatikan lewat gaya hidup si hakim tersebut.

"Yang ditempatkan di pengadilan kelas 1 khusus pengadilan tindak pidana korupsi adalah hakim-hakim yang berintegritas tinggi lewat putusan-putusannya selama ini. Kalau itu yang terjadi maka saya yakin, maka hakim tidak akan berani lagi melakukan praktik-praktik kotor atau jual-beli putusan. Ini kan putusan hakim ditentukan oleh sarapan paginya," papar Rudianto.

Riwayat putusan-putusan yang dibuat oleh hakim, kata dia bisa ditelusuri. Hakim yang banyak membebaskan koruptor, dinilainya tak tepat ditaruh di pengadilan negeri kelas 1a khusus.

"Kan ada catatan riwayat rekam jejak hakim-hakim itu, siapa yang bertugas di Pengadilan Jakarta Pusat, ada semua riwayatnya. Kalau dia punya riwayat membebaskan, banyak membebaskan kasus-kasus tindak pidana korupsi, harusnya jangan ditempatkan di pengadilan kelas 1 khusus," papar Rudianto.

"Karena itu adalah marwah dan simbol Mahkamah Agung di pengadilan kelas 1 khusus itu," imbuh politikus NasDem. 

Sebelumnya, empat hakim ditangkap dan ditahan oleh Kejagung terkait kasus suap dalam putusan perkara korupsi ekspor CPO. Perkara itu divonis lepas oleh majelis hakim yang mengadili.

Padahal, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp937 miliar kepada terdakwa korporasi, yakni Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun dan uang pengganti sebesar Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group.

Belakangan putusan onslag atau lepas dari tuntutan hukum tersebut, dijatuhkan karena majelis hakim diduga menerima suap. Total suap yang diberikan sebesar Rp60 miliar. Kasus ini bisa terungkap setelah adanya pengembangan dari kasus suap Ronald Tannur.

Total delapan orang jadi tersangka kasus suap ini. Mereka antara lain panitera Wahyu Gunawan, advokat tiga terdakwa korporasi Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga hakim yang mengadili perkara yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, serta MSY yang merupakan legal PT Wilmar.

x|close