Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan suap yang mengguncang dunia peradilan Indonesia. Kali ini, penyidik memeriksa istri dari hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait putusan lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang ditangani Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pemeriksaan dilakukan oleh tim Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi pemeriksaan terhadap IS, istri dari tersangka ASB. Pemeriksaan ini dilakukan guna memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara.
“Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa IS selaku istri tersangka ASB,” kata Harli Siregar, dikutip dari Antara.
Selain IS, penyidik juga memanggil dua saksi lainnya, yakni BM, seorang pegawai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta EI, sopir dari Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Skandal ini menyeret delapan nama besar yang kini berstatus sebagai tersangka, di antaranya Wahyu Gunawan (WG), Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Marcella Santoso (MS) Advokat, Ariyanto (AR) Advokat
Kemudian Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Ketua PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU), Hakim Ketua, Agam Syarif Baharuddin (ASB) Hakim Anggota, Ali Muhtarom (AM), Hakim Anggota, dan Muhammad Syafei (MSY) Tim Legal PT Wilmar Group.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengungkap bahwa Agam Syarif menerima sejumlah uang dari Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini, Muhammad Arif diduga menerima suap senilai Rp60 miliar dari Muhammad Syafei, perwakilan legal dari PT Wilmar Group. Uang tersebut diberikan melalui perantara Wahyu Gunawan, yang berperan sebagai panitera muda.
Tak hanya Agam Syarif, dua hakim lainnya yang duduk dalam majelis perkara, yaitu Djuyamto dan Ali Muhtarom, juga diduga menerima suap.
Ketiganya diyakini mengetahui tujuan dari pemberian uang tersebut, memuluskan putusan lepas (ontslag) bagi tiga korporasi besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara korupsi ekspor CPO.