Eks Ketua KPU Tak Paham Maksud Harun Masiku Bawa Foto Megawati

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Apr 2025, 14:35
thumbnail-author
Akbar Mubarok
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Arief Budiman (kanan) dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025). Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Arief Budiman (kanan) dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025). (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022, Arief Budiman, mengaku tidak mengetahui maksud tersangka Harun Masiku yang datang ke Kantor KPU pada tahun 2019 sambil membawa foto dirinya bersama Ketua DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan foto bersama mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali.

Menurut Arief, kejadian tersebut terkesan biasa saja, karena dirinya tidak pernah membawa, menerima, atau mengoleksi barang-barang seperti foto tersebut.

"Saya tidak tahu maksud Pak Harun menunjukkan foto itu apa. Tapi ruangan saya memang selalu terbuka dan saya bisa menerima siapa pun tamu-tamu yang datang, baik teman-teman dari daerah, partai politik, anggota DPR, itu biasa saja masuk," tutur Arief saat menjadi saksi dalam sidang pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Baca Juga : Mantan Anggota KPU Wahyu Setiawan Akui Terima Suap Rp150 Juta Terkait Harun Masiku

Ia menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung sekitar bulan September 2019, setelah rapat pleno terbuka untuk penetapan perolehan kursi dan calon terpilih pada 31 Agustus 2019.

Saat itu, Harun menemui Arief di ruang rapat atau ruang tamu Ketua KPU. Harun datang langsung ke Kantor KPU tanpa membuat janji terlebih dahulu.

Arief menceritakan bahwa Harun datang bersama seorang rekannya yang tidak dikenal. Setelah itu, keduanya memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangan mereka, yaitu meminta bantuan agar permohonan yang sudah diajukan secara formal oleh PDIP melalui surat nomor 2576/X/DPP/VIII/2019 kepada KPU dapat direalisasikan.

Baca Juga : KPK Periksa Febri Diansyah Sebagai Saksi Kasus Harun Masiku

Pada intinya, surat permohonan tersebut berisi bahwa berdasarkan Putusan MA Nomor 57P-HUM/2019, perolehan suara dari calon yang telah meninggal dunia, Nazaruddin Kiemas, dengan nomor urut 1 di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I, dialihkan kepada Harun Masiku dengan nomor urut 6 di Dapil Sumsel I.

Saat itu, Harun juga membawa beberapa berkas dokumen, termasuk Putusan MA Nomor 57 tanggal 19 Juni 2019, yang menyatakan bahwa penetapan surat suara calon legislatif yang meninggal dunia menjadi kewenangan pimpinan partai politik untuk dialihkan kepada calon legislatif yang dinilai terbaik.

Selain itu, dalam dokumen tersebut juga disertakan beberapa foto, termasuk foto Harun bersama Megawati serta foto Harun bersama Hatta Ali.

"Saya tidak tahu maksudnya apa mengenai foto, tapi untuk hal-hal yang bersifat formal seperti itu biasanya saya minta kirimkan saja suratnya secara resmi ke kantor," tuturnya.

Arief memberikan kesaksian dalam sidang terkait kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka, serta pemberian suap yang menyeret Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.

Baca Juga : Terbongkar! Harun Masiku Diduga Disokong Dana oleh Pihak Lain

Dalam kasus ini, Hasto didakwa menghalangi penyidikan perkara korupsi yang melibatkan Harun Masiku pada periode 2019-2024.

Sekjen PDIP tersebut diduga berusaha menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel milik Harun ke dalam air setelah adanya operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.

Tidak hanya itu, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel lainnya guna mengantisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, serta Harun Masiku, memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.

Baca Juga :Hasto Hormati Putusan Hakim Tolak Eksepsi Kasus Harun Masiku

Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih dari Dapil Sumsel I, Riezky Aprilia, dengan menggantinya kepada Harun Masiku.

Akibat perbuatannya, Hasto terancam hukuman yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

(Sumber Antara)

x|close