Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah mengapresiasi langkah cepat Komisi III DPR RI dalam merespons persoalan hukum yang terjadi di Polda Kalimantan Tengah (Kalteng).
Hal tersebut dikatakan Iskandar menanggapi kunjungan kerja sejumlah anggota Komisi III DPRI RI ke Polda Kalteng, di antaranya menyikapi kasus hukum yang menimpa Brigpol Fathurahman.
Dia menilai bahwa kunjungan kerja (kunker) sejumlah Komisi III DPRI RI ke Polda Kalteng bukan sekedar kunker, namun kehadiran wakil rakyat itu ingin memastikan terkait adanya dugaan penanganan hukum di wilayah hukum Polda Kalteng yang tak sesuai prosedur.
Dia berpendapat, bahwa sejumlah anggota dewan yang ke Polda Kalteng itu sudah mengetahui terkait dengan dinamika penegakan hukum yang terjadi di Polda Kalteng.
Terlebih, beberapa pemberitaan dan informasi yang beredar dari masyarakat terkait dengan adanya pelanggaran hukum yang terjadi Direktorat Reserse Narkoba Polda Kalteng.
"Olah itu, guna mengungkap agar kasus pemberhentian Brigpol Fathurahman yang diduga karena dijebak dengan kasus narkoba itu diungkap dengan terang-benderang, Etos Indonesia Institute mendorong agar segera digelar rapat dengar pendapat atau RDP. Hal itu guna mendengarkan dari kedua belah pihak, apa yang terjadi sehingga Brigpol Fathurahman diberhentikan dengan tidak hormat," ujar Iskandar, Minggu, 20 April 2025.
Selain itu, pihaknya juga mendorong agar Divpropam Polri, dan sejumlah anggota Polda Kalteng dan juga Kejaksaan Negeri Palangkaraya dan Kejati Kalteng yang ikut terlibat dalam penanganan kasus Brigpol Fathurahman, agar dihadirkan dalam RDP bersama Komisi III.
"Kami menilai perlu dilakukan pemanggilan sejumlah pihak yang terkait dalam penanganan kasus Brigpol Fathurahman. Jangan sampai ada asumsi publik bahwa para pejabat justru melindungi para bandar. Sebab jika dilihat dari rangkaian peristiwa hukumnya, ada dugaan pelanggaran dalam kasus penaganannya," tegas mantan aktivis 98 ini.
Sementara itu, analis Center for Public Policy Studies Indonesian (CPPSI) Yusuf Blegur mendorong agar masyarakat ikut terlibat dalam pengawasan penegakan hukum yang ada di kepolisian. Sebab, banyak hal yang perlu diperbaiki dalam proses penanganan sejumlah kasus di Korps Bhayangkara itu, tak terkecuali di Polda Kalteng.
"Wajar jika saat ini muncul agar kepolisian di bawah kementerian dalam negeri. Dan saya berpandangan bahwa wacana itu bukan tanpa sebab, masyarakat sudah mulai kritis terhadap kepolisian. Jika polisi tidak berbenah maka tingkat kepercayaan publik terhadap institusi polisi kian buruk," ujar mantan Presidium GMNI itu.
Seharusnya, kata Yusuf, polisi menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, semakin banyak kasus yang mencoreng institusi ini sehingga kepercayaan publik pun terus menurun.
Kendati demikian, masih banyak polisi yang tulus dan berpihak pada rakyat, tetapi skandal demi skandal yang mencuat ke publik membuat publik bertanya berapa banyak yang benar-benar setia pada tugasnya.
"Tak jarang laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti kecuali ada transaksi. Alih-alih melayani dengan sigap, kini masyarakat dihadapkan pada fenomena tagar PercumaLaporPolisi yang kerap muncul di media sosial. Bahkan, Polri sering dibandingkan dengan pemadam kebakaran (Damkar) yang menerima laporan masyarakat tanpa memandang seberapa remehnya suatu masalah," tegasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta untuk memerintahkan Divisi Propam Polri segera memeriksa sejumlah oknum kepolisian Polda Kalimantan Tengah yang diduga terlibat dalam kasus dugaan rekayasa penyalahgunaan narkoba yang menjerat Brigpol Fathurrahman.
Pernyataan ini disampaikan Kuasa hukum Brigpol Fathurrahman, Rusdi Agus Susanto, menyoroti dugaan ketidakadilan dalam proses hukum yang dialami oleh kliennya.
Adapun nama-nama yang diminta untuk segera dilakukan pemeriksaan antara lain, DK perwira menengah di Polda Kalimantan. DK iduga mengetahui proses hukum hingga kasus tersebut menjerat Brigpol Fathurahman hingga sanksi pemecatan.
Selanjutnya, T, dan AS. Pada saat penggeledahan di TKP, AS menunjuk plastik hitam dan mengatakan "Ini plastik pembungkusnya tadi di mana kamu taruh isinya?".
Menurut Rusdi, pengakuan ini menggambarkan bahwa ia turut mengetahui proses pembungkusan barang sebelum ditaruh untuk menjebak Fathur.
"Sebab jika tidak, darimana AS bisa tahu plastik hitam tersebut adalah bekas pembungkus sabu sedangkan sabunya belum ditemukan," kata Rudi ,Jumat, 4 April 2025.
Selanjutnya Propam Polri juga diminta untuk memeriksa AW. Sebab, pada saat penangkapan ia mengatakan "Bang tunjukan aja barangnya itukan milik Rudiman biar kita kembangkan ke atasnya".
"Namun dalam kenyataannya Rudiman tidak dijadikan tersangka bahkan bukti chat di HP Rudiman dihilangkan oleh tim penangkap," katanya.
Kemudia, TW. Dia diduga merupakan intellectual crime dari kasus ini dan memiliki peran sentral menerima barang sabu 500 gram dari Bobi, menjualnya melalui anak buahnya sebanyak 420 gram, dan meletakan 80 gram untuk menjebak Fathurrahman.
"Sebelum dia berhasil menangkap Fathur, TW diduga pernah membuat sayembara siapa yang bisa memberi informasi tentang keterlibatan Fathur akan diberi uang," ungkap Rudi.
Bahkan, saat Fathur masuh dalam ruang tahanan Polda Kalteng, Ia membesuk Fathurrahman dan mengatakan “Kemana jenderal-jenderal di belakang abang tidak bisa menolong hari ini?". Pertanyaan ini dijawab Fathur “tenang, saya sudah serahkan urusan saya pada Yang di Atas, Allah," kata Rudi menirukan pernyataan Fathur
Sementara itu, Rusdi juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini, terdapat empat nama yang telah ditetapkan oleh majelis hakim sebagai pemilik barang bukti narkoba. Namun, keempat individu tersebut masih belum tersentuh oleh hukum. Nama-nama tersebut adalah:TW, R, HP, JA
Hakim dalam persidangan telah diminta untuk memerintahkan penyidik melakukan pemeriksaan terhadap keempat orang ini.