Guru Besar IPB Ungkap Fakta Soal Banjir Jakarta Sering Dikaitkan dengan Kiriman Air dari Bogor

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 22 Apr 2025, 13:45
thumbnail-author
Adiansyah
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Banjir Jakarta. (Antara) Banjir Jakarta. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Hari Bumi yang diperingati setiap 22 April menjadi pengingat global pentingnya menjaga lingkungan dari kerusakan akibat ulah manusia.

Salah satu dampak nyata kerusakan lingkungan yang semakin sering dirasakan adalah banjir di Jakarta, yang acap kali dianggap sebagai akibat dari kiriman air dari Bogor. Namun, benarkah demikian?

Etty Riani, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University – menyampaikan bahwa anggapan banjir di Jakarta murni berasal dari kiriman air Bogor adalah simplifikasi dari masalah yang jauh lebih kompleks.

“Memang betul, air dari Bogor berkontribusi terhadap volume air di sungai-sungai yang melintasi Jakarta. Namun, faktor-faktor internal Jakarta juga memiliki peran yang juga cukup signifikan," ujar dia.

Jakarta secara geografis merupakan dataran rendah dengan karakteristik tanah rawa, seperti yang tercermin dari nama wilayah-wilayah seperti Rawamangun. Tanah rawa sebenarnya adalah ruang terbuka biru (RTB) alami yang mampu menyerap dan menampung air.

Prof. Dr. Ir. Etty Riani, MS <b>(IPB University/ ntvnews.id)</b> Prof. Dr. Ir. Etty Riani, MS (IPB University/ ntvnews.id)

“Alih fungsi lahan rawa menjadi lahan terbangun (bangunan) menghilangkan fungsi penampungan alami ini, menyebabkan ketika terjadi hujan dengan curah hujan tinggi dan lama, air lebih mudah meluap dan memicu banjir,” ungkapnya.

Di sisi lain, kawasan Bogor juga mengalami tekanan lingkungan yang berat. Menurut Prof Etty, ruang terbuka hijau (RTH) di wilayah ini terus menyusut akibat pesatnya pembangunan, termasuk pembangunan vila, hotel, perumahan, dan destinasi wisata.

"Seharusnya, RTH berfungsi menyerap air hujan ke dalam tanah. Namun, dengan berkurangnya RTH, air hujan langsung melimpas (run-off) ke sungai dan bergerak menuju hilir, termasuk Jakarta," imbuh dia.

Prof Etty menegaskan, pembangunan yang mengubah RTH menjadi ruang terbangun secara langsung meningkatkan limpasan air permukaan ke sungai, yang kemudian mengalir ke Jakarta.

Tata ruang yang tidak terpadu antara hulu dan hilir, diperparah dengan otonomi daerah yang terkadang menimbulkan ego sektoral. Hal ini, sebut dia, menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan banjir yang holistik.

Etty Riani mengatakan, faktor-faktor lokal di Jakarta memegang peranan yang sangat signifikan. Andai Jakarta memiliki sistem drainase yang baik, tata ruang kota yang tertib, RTH dan RTB yang terpelihara dengan baik dan alih fungsi lahan tidak masif; daya dukung dan daya tampung kota akan lebih baik. Bahkan dengan hujan deras di Bogor, banjir masih mungkin dikendalikan.

"Namun, dalam kondisi saat ini, hujan lokal dengan intensitas tinggi yang berlangsung relatif tidak lama lama pun dapat memicu genangan signifikan bahkan banjir di Jakarta," ungkap Prof Etty yang pernah meraih Gakkum Awards 2024 ini.

Lanjut dia, pembangunan bendungan adalah langkah yang sangat baik. Selain berfungsi menahan air dan mengurangi risiko banjir di hilir, bendungan juga berperan penting dalam konservasi air tawar, terutama untuk persediaan di musim kemarau.

Hanya saja, ia beranggapan bahwa normalisasi sungai bukanlah solusi yang baik. Normalisasi sungai mengubah alur sungai yang tadinya berkelok-kelok menjadi lurus. Pelurusan sungai yang berkelok dinilainya dapat mempercepat aliran air ke hilir dan berpotensi meningkatkan risiko banjir di hilirnya.

“Saya percaya Tuhan menciptakan sungai dengan alur terbaiknya. Berkelok-kelok memiliki maksud, yaitu memperlambat aliran air sehingga waktu tempuh air menjadi lebih lama dan kekuatan serta daya rusaknya berkurang,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, normalisasi sungai juga dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya hayati pada ekosistem sungai. Rekomendasi Solusi Komprehensif sebagai solusi jangka panjang, Prof Etty menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif, holistik, dan terpadu antarwilayah dalam satu daerah aliran sungai (DAS).

Warga melintasi banjir yang merendam kawasan Cililitan, Jakarta, Selasa (4/3/2025). Berdasarkan data BPBD DKI Jakarta, sebanyak 29 RT terdampak banjir dengan ketinggian 30-250 cm akibat luapan Sungai Ciliwung. <b>(Antara)</b> Warga melintasi banjir yang merendam kawasan Cililitan, Jakarta, Selasa (4/3/2025). Berdasarkan data BPBD DKI Jakarta, sebanyak 29 RT terdampak banjir dengan ketinggian 30-250 cm akibat luapan Sungai Ciliwung. (Antara)

Pembangunan bendungan yang tepat, pengembalian fungsi RTH dan RTB sesuai tata ruang, kajian daya dukung dan daya tampung yang ketat terhadap pembangunan fisik, serta pengelolaan terpadu antar kabupaten, kota bahkan provinsi dalam satu DAS yang sama, adalah kunci untuk mengatasi masalah banjir ini secara berkelanjutan.

“Persoalan penanganan banjir Jakarta memerlukan kerja sama dan pemahaman yang mendalam akan berbagai faktor penyebab, baik dari hulu maupun hilir, serta implementasi solusi yang terintegrasi dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Prof. Dr. Ir. Etty Riani, MS, adalah seorang akademisi dan peneliti di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, dengan keahlian dalam ekotoksikologi perairan. Menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan S3 di IPB University, ia aktif dalam berbagai penelitian terkait pencemaran lingkungan, mikroplastik, serta dampak toksik bahan berbahaya pada ekosistem perairan dan biota.

Beberapa penelitian terbarunya mencakup studi tentang mikroplastik pada teripang pasir, keamanan pangan biota laut, serta uji toksisitas tailing pertambangan terhadap organisme akuatik. Publikasi dan kontribusi ilmiahnya dapat diakses melalui Sinta Ristekbrin, Scopus, ResearchGate, dan ORCID.

Berkat kontribusinya tersebut, ia pernah mendapat penghargaan sebagai Pejuang Lingkungan dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) RI tahun 2023.

x|close