Ntvnews.id, Tokyo - Untuk pertama kalinya dalam 25 tahun, Jepang mengimpor beras dari Korea Selatan guna menanggulangi lonjakan harga dan ketidakpuasan konsumen. Pengiriman beras Korea Selatan yang tiba bulan lalu merupakan impor pertama sejak 1999, menurut laporan media lokal.
Dilansir dari NHK, Rabu, 23 April 2025, harga beras lokal di Jepang telah melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, yang menyebabkan peningkatan permintaan terhadap beras impor meskipun dikenakan tarif tinggi.
Pada minggu yang berakhir 6 April, harga rata-rata beras di supermarket Jepang mencapai ¥4,214 (sekitar US$30/£22) untuk 5 kg, lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meski konsumen Jepang dikenal selektif terhadap rasa dan kualitas beras impor, seperti yang terjadi dengan beras Thailand yang tidak laku setelah musim dingin ekstrem tahun 1993, krisis harga kini memaksa masyarakat untuk menerima beras asing.
Baca Juga: Wisata Seks Jepang Diserbu Turis Asing Usai Viral di TikTok
Beras Korea Selatan yang mulai dijual secara daring dan di supermarket baru mencapai dua ton, namun NHK melaporkan bahwa akan ada tambahan 20 ton dalam waktu dekat.
Ekspor beras Korea Selatan ke Jepang diperkirakan akan mencapai level tertinggi sejak 1990, yang membuka peluang ekspor untuk produsen beras dari Amerika Serikat.
Arata Hirano, seorang pemilik restoran di Tokyo, beralih ke beras Amerika tahun lalu ketika harga beras Jepang melonjak tajam. Meskipun harga beras California yang digunakannya juga naik dua kali lipat sejak musim panas lalu, biayanya tetap lebih murah dibandingkan beras lokal.
Sebagai respons terhadap krisis ini, pemerintah Jepang mengambil langkah langka dengan melepaskan cadangan beras nasional. Pada bulan Maret, pemerintah mulai merilis 210.000 ton beras cadangan untuk menekan harga yang melambung akibat gelombang panas ekstrem, panic buying, dan masalah distribusi.
Baca Juga: Jepang Bakal Buka 148 Ribu Lowongan untuk WNI
Namun, kebijakan ini tidak efektif. Kementerian Pertanian Jepang menyatakan bahwa hingga akhir Maret, hanya 426 ton dari total 142.000 ton beras yang dilelang telah mencapai pasar, atau sekitar 0,3 persen.
Masalah distribusi, seperti kekurangan kendaraan pengiriman dan waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan beras untuk dijual, menjadi penyebab utama keterlambatan distribusi.
Krisis ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk suhu panas ekstrem yang merusak hasil panen 2023, peningkatan konsumsi akibat lonjakan wisatawan, dan panic buying menjelang peringatan bencana seperti topan dan gempa. Bahkan, beberapa pengecer terpaksa membatasi penjualan beras kepada konsumen.