Direktur Jak TV Tersangka, IJTI Khawatir ke Depan Jurnalis Kritis Dikriminalisasi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 23 Apr 2025, 13:32
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (kanan) dan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar (tengah). Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (kanan) dan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar (tengah). (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) khawatir penetapan tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar terkait kasus perintangan penyidikan, menjadi preseden untuk menjerat wartawan yang bersikap kritis terhadap pemerintah atau penguasa. Hal itu, kata IJTI tak sejalan dengan semangat kebebasan pers.

"IJTI mengkhawatirkan bahwa langkah ini dapat menjadi preseden berbahaya, yang bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjerat jurnalis atau media yang bersikap kritis terhadap kekuasaan," ujar IJTI dalam keterangannya, dikutip Rabu, 23 April 2025.

"Ini akan menciptakan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan pers," imbuhnya.

IJTI pun mempertanyakan dasar penetapan tersangka Tian oleh penyidik Jampidsus Kejagung. Menurut IJTI, jika penetapan tersangka gara-gara berita menyudutkan Kejagung yang dibuat Tian, tentunya hal itu keliru apabila dianggap merintangi penyidikan. Sebab, hadirnya produk jurnalistik yang kritis memang merupakan fungsi dari pers.

"IJTI mempertanyakan penetapan tersangka terhadap insan pers jika dasar utamanya adalah aktivitas pemberitaan atau konten jurnalistik, khususnya yang dikategorikan sebagai berita negatif yang merintangi penyidikan terkait penanganan perkara oleh Kejaksaan," kata IJTI.

"Menyampaikan informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol sosial yang dijamin oleh undang-undang," imbuhnya.

Apabila yang menjadi dasar penetapan tersangka adalah produk pemberitaan, kata IJTI seharusnya Kejaksaan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers.

"Sebab, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penilaian atas suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers," tuturnya.

Setiap persoalan atau sengketa yang berkaitan dengan pemberitaan, kata IJTI wajib lebih dulu diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers. Bukannya malah langsung menggunakan memproses secara hukum pidana.

"Pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi," tuturnya.

IJTI menegaskan dukungannya terhadap pengungkapan dugaan aliran dana suap dalam perkara ini sebagai bagian dari proses hukum pidana.

"Namun, jika penetapan tersangka terhadap insan pers semata-mata karena pemberitaan yang dianggap menghalangi penyidikan, maka kami menilai perlu ada penjelasan dan klarifikasi lebih lanjut dari Kejaksaan, serta koordinasi yang semestinya dengan Dewan Pers," papar dia.

Lebih lanjut, IJTI menyerukan kepada seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik serta menjaga independensi dalam menjalankan tugas.

"Di saat yang sama, kami meminta aparat penegak hukum untuk menghormati kemerdekaan pers dan tidak menggunakan pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik," tandasnya.

Diketahui, Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan perkara korupsi oleh Kejaksaan Agung. Kejagung awalnya menyebut Tian jadi tersangka gara-gara berita yang ia buat dan sebar luaskan. Berita itu bertendensi negatif, atau menyudutkan Kejagung dalam penanganan kasus korupsi.

Belakangan, Kejagung merinci bahwa Tian melakukan permufakatan jahat dengan dua advokat yakni Junaedi Saibih dan Marcella Santoso, untuk melakukan rekayasa sosial yakni menggiring opini publik terhadap proses hukum yang dilakukan Kejagung, hingga akhirnya muncul putusan onslag atau lepas.

x|close