Ntvnews.id, Jakarta - Dewan Pers memberikan perhatian serius terhadap kasus yang menjerat Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan permufakatan jahat untuk merintangi penyidikan kasus korupsi minyak goreng, timah, dan impor gula.
Tian disangkakan telah menerima suap senilai Rp487 dari dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Pada Kamis, 24 April 2025, Kejagung menyerahkan sepuluh bundel dokumen terkait kasus ini kepada Dewan Pers.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya akan menelaah dokumen tersebut untuk menilai apakah tindakan Tian Bahtiar termasuk pelanggaran etik jurnalistik atau masuk ke ranah pidana. Untuk mempermudah proses pemeriksaan, Ninik meminta Kejagung mempertimbangkan pengalihan penahanan Tian Bahtiar.
"Karena terkait pemeriksaan berkas di Dewan Pers itu kan juga perlu menghadirkan pihak, jadi mohon juga dipertimbangkan pengalihan penahanan untuk mempermudah bagi kami melakukan pemeriksaan," kata Ninik dalam siaran pers yang diterima Ntvnews, Jumat, 25 April 2025.
Kejagung menegaskan bahwa kasus ini tidak berkaitan dengan produk jurnalistik, melainkan tindakan pribadi Tian Bahtiar yang diduga menerima Rp478,5 juta dari dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, untuk memuat berita-berita yang menyudutkan Kejagung terkait penanganan perkara tersebut.
Dewan Pers dan Kejagung sepakat untuk saling menghormati kewenangan masing-masing dan berkomitmen memperkuat penegakan hukum serta kehidupan pers. Dewan Pers juga berencana menghidupkan kembali nota kesepahaman dengan Kejagung terkait penanganan sengketa pemberitaan, sebagaimana pernah dilakukan sebelumnya dengan Polri dan Mahkamah Agung.
Sementara itu, JakTV telah menonaktifkan Tian Bahtiar dari jabatannya sebagai Direktur Pemberitaan menyusul penetapan status tersangka oleh Kejagung. Dewan Pers akan segera menyampaikan hasil pemeriksaan kepada publik setelah proses penelaahan selesai dilakukan.
Sebagai catatan, pengalihan penahanan adalah bentuk perubahan status penahanan tersangka yang awalnya ditahan di rumah tahanan menjadi bentuk penahanan alternatif, seperti tahanan kota, tahanan rumah, atau penangguhan penahanan. Tujuan dari pengalihan ini adalah agar tersangka tetap dapat mengikuti proses pemeriksaan, seperti pemanggilan oleh lembaga terkait, tanpa menghilangkan status hukumnya.