Serikat Pekerja Khawatir PP 28/2024 Akan Tekan Industri dan Timbulkan PHK Massal

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Apr 2025, 18:50
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi PHK. Ilustrasi PHK. (Pixabay)

Ntvnews.id, Jakarta - Instruksi Presiden Prabowo Subianto kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk melakukan deregulasi demi menjaga ketahanan ekonomi nasional telah disampaikan dengan tegas. Ia juga menekankan pentingnya menyusun kebijakan yang berpihak pada kondisi domestik, tanpa mudah terpengaruh oleh agenda pihak luar.

Namun di lapangan, muncul kekhawatiran atas kebijakan yang justru dinilai berpotensi menekan sejumlah sektor industri dan mengancam keberlangsungan para pekerja.

Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri hasil tembakau, yang selama ini menyerap jutaan tenaga kerja di Indonesia. Keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dinilai bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran serta menggerus daya saing ekonomi nasional.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak dari regulasi baru tersebut terhadap sejumlah industri penting di dalam negeri, termasuk industri makanan, minuman, dan hasil tembakau.

Baca Juga: Viral Le Minerale Terafiliasi Israel

“Misalnya di industri rokok (tembakau), jika terjadi penurunan produksi rokok, efisiensi akan dilakukan, bahkan PHK tidak bisa dihindarkan. Ini adalah kekhawatiran yang muncul di benak pengusaha-pengusaha rokok (tembakau),” ujar Ristadi dalam keterangannya, Jumat, 25 April 2025.

Beberapa pasal dalam PP tersebut yang mengatur soal pembatasan kadar gula, garam, dan lemak (GGL), serta pelarangan iklan dan penjualan rokok di zona-zona tertentu, menurut Ristadi, tidak relevan untuk diberlakukan dan berpotensi menimbulkan kendala dalam implementasinya. Ia menilai kebijakan ini memiliki bias yang dapat mengganggu stabilitas industri terkait.

Dalam sebuah forum diskusi ekonomi baru-baru ini, pemerintah sempat menyampaikan bahwa investasi asing yang masuk mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja dibandingkan jumlah pekerja yang terdampak PHK. Namun, Ristadi menyebut pernyataan tersebut tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Beberapa pihak sering kali menutup data PHK dengan alasan tertentu,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti bahwa penyerapan tenaga kerja yang terjadi lebih banyak menyasar lulusan baru, bukan mereka yang telah kehilangan pekerjaan.

Baca Juga: Ignasius Jonan Diangkat Jadi Komisaris United Tractors

“Jika pekerja-pekerja di industri tersebut terkena PHK, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi, maka jumlah pengangguran akan meningkat, terutama dari kelompok usia lanjut yang sulit bersaing kembali di pasar kerja," katanya.

Ristadi memberikan perhatian khusus pada industri hasil tembakau yang selama ini telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara. Ia mengatakan bahwa tekanan dari kebijakan ini akan menyebabkan kerugian besar bagi para pelaku usaha dan mengurangi kapasitas industri dalam menyerap tenaga kerja.

Tak hanya itu, ia mengingatkan bahwa penerimaan negara pun terancam terdampak. “Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kontribusi industri hasil tembakau mencapai 4,22% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2024, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp216,9 triliun atau setara 72% dari total penerimaan kepabeanan dan cukai,” jelasnya.

Sebagai solusi, Ristadi mendorong pemerintah untuk merancang kebijakan yang lebih seimbang antara kepentingan ekonomi dan kesehatan. Ia menyarankan agar dilakukan edukasi publik secara intensif mengenai bahaya merokok, khususnya kepada remaja dan anak-anak.

“Selain itu, perlu adanya kajian lintas sektor dan melibatkan berbagai pihak untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran sehingga tidak menimbulkan dampak besar pada sektor lainnya,” tutupnya.

x|close