Dedi Mulyadi: Berhenti Bikin Anak Kalau Tak Sanggup Menafkahi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 28 Apr 2025, 16:25
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Mendes PDT Yandri Susanto memberikan keterangan di Pusdai Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Mendes PDT Yandri Susanto memberikan keterangan di Pusdai Jawa Barat. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akan mewajibkan keikutsertaan dalam program Keluarga Berencana (KB) sebagai syarat penerima berbagai bantuan provinsi, mulai dari beasiswa hingga bantuan sosial

Kebijakan ini bertujuan memastikan distribusi bantuan termasuk layanan kesehatan, tunjangan persalinan, perumahan, dan bantuan non-tunai yang bersifat adil dan tidak terkonsentrasi pada satu keluarga saja. 

"Jadi seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan non-tunai keluarga dia, nanti uang negara mikul di satu keluarga," ujar Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di Bandung, Senin, 28 April 2025.   

Baca juga: Bertemu Prabowo, Delegasi Federation of Korean Industries Sepakat Perkuat Kerja Sama dengan RI

Dedi menilai kebijakan ini sebagai solusi yang tepat, mengingat banyak keluarga tidak mampu yang terpaksa melahirkan melalui operasi caesar, yang biayanya bisa mencapai Rp25 juta per tindakan. 

"Uang segitu bisa untuk bangun rumah kan. Makanya berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup menafkahi dengan baik," ucap Dedi Mulyadi. 

Dalam rapat "Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah" yang berlangsung di Pusdai Jawa Barat, Gubernur Dedi Mulyadi mengusulkan kebijakan baru yang menjadikan program KB, khususnya vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP), sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial.

Rapat ini dihadiri oleh Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Mendes PDT Yandri Susanto, Kepala BKKBN Wihaji, Menkes Budi Gunadi Sadikin, serta perwakilan dari KLH.

Dedi menjelaskan bahwa kebijakan ini dilatarbelakangi oleh temuan di lapangan, di mana banyak keluarga prasejahtera yang memiliki banyak anak meski kebutuhan hidup mereka belum tercukupi, sehingga diperlukan langkah konkret untuk memastikan pemerataan bantuan.

"Pak Menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak. Sampai bayi tabung bayar Rp2 miliar tetap tidak punya anak. Saya pernah menemukan satu keluarga punya 22 anak, punya 16 anak. Saya di Majalengka bertemu dengan anak-anak yang jualan kue di alun-alun. Akhirnya saya bertemu dengan orang tuanya yang lagi di kontrakan. Bapaknya ada, anaknya jualan kue. Ternyata sudah punya 10 anak dan ternyata ibunya lagi hamil lagi yang ke-11," ucap Dedi.  

Baca juga: Perkuat SDM Pelaut, PIS Buka Program Beasiswa Crewing Talent Scouting

Menurut Dedi, bantuan KB akan diprioritaskan pada laki-laki terlebih dahulu untuk memastikan program berjalan optimal. "Kenapa harus laki-laki, karena misalnya nanti perempuannya banyak problem. Misalnya lupa minum pilnya atau lainnya," ujarnya.

Dedi juga menegaskan bahwa ke depan data penerima bantuan sosial harus dihubungkan dengan data kependudukan, termasuk informasi status keikutsertaan dalam program KB. 

"Jadi ketika nanti kami menurunkan bantuan, dicek dulu. Sudah ber-KB atau belum. Kalau sudah ber-KB boleh terima bantuan. Jika belum ber-KB, KB dulu. KB-nya harus KB laki-laki, KB pria. Ini serius," katanya.  

(Sumber: Antara) 

x|close