Ntvnews.id, Seoul - Warga Korea Selatan merasa cemas setelah Korea Utara menandatangani perjanjian pertahanan bersama dengan Rusia pada Rabu, 19 Juni 2024.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, menandatangani perjanjian "kemitraan strategis komprehensif", yang menurut Putin mencakup klausul pertahanan bersama untuk menanggapi serangan terhadap keduanya.
Perjanjian ini dianggap sebagai salah satu langkah paling signifikan Rusia di Asia dalam beberapa tahun terakhir, yang oleh Kim dianggap sebagai sebuah "aliansi".
Kim Jong Un dan Vladimir Putin (Vladimir Smirnov/Pool via Reuters)
“Saya rasa aliansi baru ini dapat menjadi ancaman terhadap negara kami dalam hal keamanan. Bukan berarti perang akan pecah begitu saja, tapi saya rasa kemungkinan terjadinya perang meningkat dibanding sebelumnya,” kata Lee Kyun-hyeung, 35 tahun, salah seorang warga Seoul, dilansir dari VOA, Jumat, 21 Juni 2024.
Baca Juga: 2 Anak Putin Tiba-tiba Muncul ke Publik, Ini Bentuk Tampilannya
“Kami masih menjadi negara yang terpecah dan perang bisa terjadi kapan saja. Dalam keadaan seperti ini, jika Korea Utara dan Rusia memiliki hubungan yang lebih erat, hal itu akan berdampak negatif pada negara kita, karena Rusia bisa bekerja sama secara militer (dengan Korut) ketika perang terjadi,” kata warga lainnya, Son Ye-rim, 25 tahun.
“Saya khawatir bagaimana kalau perang pecah, karena Putin dan Korea Utara memiliki hubungan yang begitu dekat ketika Korea Utara belum lama ini mengirim balon-balon berisi sampah dan (tentara-tentara Korea Utara) kerap menyeberangi perbatasan,” kata Park Jin-gyeong, 23 tahun, warga lainnya.
Dalam kunjungan pertamanya ke Pyongyang sejak Juli 2000, Putin secara terbuka menghubungkan perbaikan hubungan Rusia dengan Korea Utara dengan meningkatnya tekanan dari Barat terhadap Rusia terkait Ukraina. Putin menyatakan bahwa Moskow siap untuk meningkatkan kerja sama militer dan teknis dengan Pyongyang.